Ribut-Ribut Mulu Di Twitter

ribut-di-twitter-sampai-panas
1) Twitter mulai panas

Assalamu’alaikum… 

Semingguan tidak membuka media sosial berbasis opini—twitter—cukup membantu dalam mengurangi informasi menyebalkan yang masuk ke kepala. Walo menjadi media sosial yang cepat dalam menyebarkan berita dan itu sangat membantu, twitter juga menjadi tempat biang keributan. Dan itu meresahkan.

Kontennya di yutup, ribut di twitter. Vidio jogetnya di tiktok, ributnya di twitter. Foto jalan-jalannya di instagram, ributnya di twitter. Yang becandanya di grup khusus facebook, grup private, disebarin skrinsyutnya ampe ribut di twitter. Beneran kayak burung dan emang sesuai ama lambangnya. Kalo satu dua yang berkicau indah, bisa menghibur yang mendengarnya. Kalo rame berkicau cepat barengan… 

Barusan mencoba membuka twitter lagi, dan tentu saja sajian yang muncul di beranda adalah keributan. Yang diributkan juga kebanyakan masalah pribadi. Aneh. Hal pribadi, diperdebatkan secara umum, sedangkan hal yang umum diserahkan ke pribadi masing-masing. 

Misalnya tentang pernikahan, melahirkan dan menyusui anak 

Memilih pasangan dan menjalani rumah tangga itu, kan, hal yang pribadi, ya. Kesepakatan bersama (kedua belah pihak yang menikah). Ngapain diributkan dan digurui harusnya memilih pasangan yang begini, suami harus begitu, istri harusnya Nagini. Akadnya kudu di tempat ini, aksesorisnya minimal kudu yang itu. 

"Milih istri, kok, yang nggak bisa masak. Mau mesen makan di luar mulu gitu? Pemborosan banget."

Ya Allah. Mereka memutuskan menikah, kan, karena kesepakatan bersama. Sama-sama mau. Udah siap menerima apa-apanya. Yang menajalani rumah tangga juga mereka, ngapain, sih, dipanas-panasi seolah hubungan mereka itu nggak layak dan nista? Mau pamer punya rumah tangga bahagia, bisa segalanya dan tersokong harta juga nggak gitu caranya. 

Melahirkan dan menyusui anak juga. Ini ranah pribadi, keputusannya tidak memengaruhi maslahat hidup orang banyak. Dia yang memilih lahir secara caesar, memilih memberi susu formula, kenapa kita yang marah? Sampai mengatainya bahwa tindakannya tersebut membuat dirinya tidak menjadi ibu sebenarnya, atau durhaka pada buah hatinya. Padahal berdampak ke orang banyak saja nggak. 
ibu-menyusui-bayi
2) Banyak pertimbangan pribadi perihal menyusui

Selama pertumbuhan anaknya normal, ya, biarkan saja kenapa, sih? Toh, dia selalu memantau kesehatan anaknya. Sedangkan untuk masalah sosial, masalah umum, malah pada diem-dieman dan nunggu ada musibah lanjutan, baru, deh, saling nyalahin. 

Pakai masker untuk menangkal penyebaran virus, berdampak luas, loh, ini, tapi orang-orang malah menyerahkan ke pribadi masing-masing untuk sadar diri. Itu pilihan karena sudah new normal, katanya. 

Ribut-ribut tentang pelecehan dan pemerkosaan juga 

Ini baru saya baca juga barusan di twitter setelah scroll cukup jauh. Ada yang diperkosa, lalu mulai deh ributnya. Ada yang seolah mewajarkan tindakan pemerkosaannya karena kondisi pelaku dan korban, ada juga yang mengutuk tindakan tersebut dan turut prihatin dengan korban. 

Ini masalah sosial. Udah bener diomongin secara umum, rame-rame. Lucunya, kenapa malah fokus ke siapa yang salah? Solusi penyelesaiannya juga terlalu simpel. 

Yang mewajarkan—meski nggak pernah jadi pelakunya—memberi opini bahwa tindak pemerkosaan tersebut dipancing oleh cara berpakaian korban dan jalan sendirian di daerah sepi. Juga membenarkan tindakan pelaku dengan alasan karena ditinggal istrinya. Sedangkan yang mengutuk pelaku, memberi solusi “jangan memerkosa” yang diulang-ulang terus sebagai sangkalan tiap alasan pewajaran. Udah. 

Pemerkosaan itu sudah jelas bagian dari kejahatan (tindak pidana). Sehingga, orang yang melakukannya sudah pasti salah. Nggak perlu ada pembelaan atau pewajaran lagi. Korban nggak boleh disalahin. Nggak punya hati apa gimana? Kan, nggak ada orang yang mau dijahatin. Namun, solusinya, ya, bukan kalimat anjuran “jangan memerkosa” juga. 
twit-ribut-perkosaan
3) Sebagian yang ikut debat

Iya tahu, kalo tidak ada yang mau memerkosa, semuanya jadi aman. Masalah utamanya, ini, kan, tindak kejahatan. Para pelakunya disebut penjahat sebab mereka secara sadar, tahu itu dilarang, tapi emang berniat melanggar. Sama seperti tindak kejahatan lainnya, kita nggak bisa hanya ngasi anjuran jangan mencuri jangan mencuri. Ini bukan universe-nya Dora. 

Etapi, para penegak hukumnya juga ngelakuin hal yang sama, sih. Tempat yang rawan (kejahatan dan kecelakaan) cuma dikasi spanduk peringatan. Anjuran seperti itu kemungkinan besar akan lebih berhasil jika dijadikan edukasi sejak dini hingga tertanam kuat seperti ajaran makan babi itu haram.

Apakah berarti cara berpakaian jadi pemicunya?

Nggak. Para pencuri memang akan menargetkan orang/rumah yang terlihat membawa atau memiliki barang mewah, tapi untuk perampokan dan pembegalan, yang penting targetnya ada. Terserah yang dipunya itu mewah atau ternyata hanya punya beberapa lembar rupiah. Begitu pun dalam tindak pemerkosaan. 

Kalo saya yang berperan menjadi pelaku pemerkosaannya, cara berpakaian korban itu hanya faktor tersier. Kemewahan yang kebetulan sesuai fetish saja. Faktor primernya tentu saja situasi sekitar. Mungkin ada yang berpikir bahwa faktor yang paling utama adalah niat pelaku, iya, itu mutlak benar. Namun, ini, kan lagi ngebahas tindak kejahatan. Udah barang tentu niatnya jahat. Tinggal apa yang kemudian dijadikan patokan agar niat jahatnya bisa diwujudkan. 

Walo pakaiannya terbuka, tapi kalo mengikutinya bisa membuat saya ketahuan orang lain (ada yang terus menemani) dan membuat situasinya jadi nggak bisa bertindak, nggak bakal saya jadikan target. Begitu pun sebaliknya, meski pakaiannya tertutup dari ujung kepala sampai ujung kaki, jika situasinya lagi aman buat bertindak, menyekap, menculik, atau mengeksekusi langsung di tempat, ya, bakal saya lakukan. 

Apalagi kalo saya emang menargetkan seseorang, anak pak RT misal. Mau dia kek mana juga pakaiannya, secara sabar bakal saya tunggu kesempatan. Emang begini cara kerja tindak kejahatan. Pokoknya pas dilakukan, saya yang berperan sebagai pelakunya kudu terjamin aman dulu. 

Kalian malah debat ampe berantem nyari siapa yang salah. Nggak guna. Misal udah tahu juga siapa yang salah, terus apa? Debat kalian selesai, fenomena pemerkosaannya tetap berlanjut. Kalian bilang “jangan memerkosa” juga nggak ngaruh. Yang dibilangin juga nggak pernah ngelakuin, yang ngelakuin juga nggak peduli saran kalian. Namanya juga tindak kejahatan. 

Lalu, apa berarti ajaran berpakaian yang sopan tertutup itu nggak guna juga?

Salah poin utama, tepatnya. Ustaz saya juga pernah bilang bahwa perempuan yang memakai jilbab (aksesoris keislaman), maka akan aman dan tidak diganggu orang lain. Namun, di pesan tersebut, nggak berakhir di situ saja. 

Ada lanjutannya, “…karena orang muslim akan menjaganya.” Malah ada cerita lainnya, jika ada muslimah yang diganggu, maka akan dikirim prajurit muslim hingga membentuk barisan yang sangat panjang untuk menolongnya sampai mendapat keadilan. 
jangan-salahkan-bajunya
4) Bukan di pakaiannya

Poinnya, bukan di pakaiannya, tapi sikap orang lain yang siap menolongnya. Di masa lalu, pelecehan terhadap perempuan itu dianggap wajar, hingga ada sosok mulia yang mengajarkan bahwa perempuan itu juga sama terhormatnya dengan laki-laki. 

Dari itu, selain anjuran jangan melecehkan lagi, ada ajakan juga untuk selalu membantu perempuan yang sedang dilecehkan. Dan itu dimulai dari kaumnya (umat muslim) dulu. Jilbab—dalam kasus tersebut—bertindak sebagai pengenal bahwa yang memakainya termasuk bagian dari kaumnya. 

Nah, sekarang, saat kaum-kauman sudah mulai dihilangkan—dalam artian identitas diri adalah hal pribadi dan fakta sesama manusia adalah hal umum—kita tetap diminta untuk menolong siapa pun itu yang sedang mengalami tindakan kejahatan. Membantu saat ada yang dilecehkan, dan tentu saja menjaga diri untuk tidak berbuat jahat. 

Kejahatan itu ada, nyata. Nggak bisa dicegah juga hanya dengan kalimat “jangan berbuat jahat”. Makanya saya bilang debat ribut-ribut di twitter tentang nyari siapa yang salah dan solusi “jangan…” itu lucu. Nggak guna. Kalo mau lebih bermanfaat debatnya, ya, saling ngajuin ide buat segera membantu dan mencegah gitu. 

Apa, kek, peluit atau alarm portable yang kalo bunyi, warga yang mendengarnya harus segera menolong, kek. Atau aplikasi yang langsung ngirim pesan suara minta tolong ke banyak nomor yang ditentukan atau dua puluh nomor terdekat dari titik kejadian secara gps dan dapat diaktifkan melalui gelang, cincin, atau apa, kek, yang mudah dijangkau saat lagi disekap pelaku.

Atau dibekali stun gun yang dalam penggunaanya tetap legal selama dalam kondisi terancam. Atau situasinya dibuat agar calon pelakunya tidak bisa bertindak, semacam pemberlakuan izin jam malam tiap keluar komplek bagi lelaki yang tidak punya kepentingan. Atau hukuman yang pasti menjerakan bagi pelaku. Terserah lah. Biar ribut-ribut di twitternya lebih enak disimak. 


Sumber gambar: 
1) https://www.nytimes.com/interactive/2019/12/27/opinion/sunday/twitter-social-media.html
2) https://kurio.id/app/articles/22237051
3) https://twitter.com/Adriandhy/status/1279008723533361154?s=20
4) https://www.voaindonesia.com/a/survei-93-persen-pemerkosaan-tidak-dilaporkan/3434933.html
Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Ribut-Ribut Mulu Di Twitter Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

10 komentar:

  1. Belakangan saya juga vakum dari Twitter karena pusing ngikutin ribut-ribut lewat di timeline. Hidup saya udah terlalu ribut sama pikiran sendiri hahaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. apakah di pikirin lu ada yang memunculkan kalimat "aku gabisa masak nasi atau indomi"? lalu muncul hujatan dari penghuni pikiran yg sama.

      Hapus
    2. Nggak sih, biasanya lebih ke "Mau masak indomi tapi males banget enakan makan masakan ibu yang langsung makan aja" gitu. Terus ditimpali sama penghuni pikiran lain, "Dasar mageran kamu!".

      Dan berulang.

      Hapus
  2. Balasan
    1. Ditunda. karena sulit. gak bisa terlalu diarepin. meh.

      Hapus
  3. Sebetulnya lucu melihat orang ribut. Tapi jika lama-lama kian banyak mah tentunya bikin malas.

    Jadi ingat, saya kan juga pernah berdebat di sana, eh lebih tepatnya mengejek karena minim respons dari si lawan. Waktu itu memang terasa enggak berguna apa yang saya ujarkan. Wong kami berbeda prinsip. Baguslah saya akhirnya memilih bikin tulisan di blog buat renungan. Syukurnya lagi, sejak membaca ulang dan merasa malu, sekarang sudah mulai mengurangi kebencian dan sifat sinis dalam diri. Hidup bisa lebih tenang saat membuka medsos.

    Saya kira di kepala manusia memang ada niat-niat jahat, mau sebaik apa pun orangnya. Bedanya, ya ada beberapa yang bisa mengontrol hal itu kan. Kalau kamu mengibaratkan jadi sang pelaku pemerkosa dan mencoba menguraikan isi kepalanya, saya sendiri jadi mengingat-ingat pernahkan punya pikiran sejahat itu. Alhamdulillah sih belum, tapi kayaknya mah pernah spontan berkomentar dalam hati ketika lihat cewek seksi. Contoh: anjir, semok banget.

    Karena saya tahu catcalling itu buruk, maka cukup menyimpan komentarnya sebatas di kepala aja, kan? Apakah menuliskan pengakuan semacam ini juga tandanya saya pernah melecehkan perempuan?

    Sekarang mau memuji cantik secara tulus aja kayaknya repot, loh. Takut dianggap aneh-aneh. Wqwqwq.

    Yang saya pahami sih, kalau memang lagi ada pembahasan sensitif, saya mulai simpan di kepala aja atau ngobrol sama teman dekat. Terus yang jadi masalah, kadang hal ini masih disebarluaskan ke medsos sama teman dekat itu sendiri makanya Twitter jadi ramai melulu. Misalnya, jelas-jelas InstaStory itu lingkarannya hijau alias close friend, tapi masih di-SS coba dan dilempar ke publik. Apa enggak sebaiknya tegur via japri dulu? Yang bikin ramai Twitter kan hal beginian.

    Saya cukup senang mengingat beberapa kawan dekat saya enggak ada yang hobi SS sekiranya saya pernah curhat dengan nada keluhan dan kebencian atas sesuatu, bercandain hal tabu, dsb.

    BalasHapus
    Balasan
    1. lucu di awal-awal, terutama saat kemunculan akun infotwitwor, tapi makin ke sini malah orang jaid sering aus keributan. semuanya diributin.

      pengakuan seperti bukan bagian dari pelecehan, yog, tapi ya emang semua yg bisa menahan diri untuk nggak menyakiti orang lain ngalami begitu. nggak dilepaskan karena pasti akan membuat orang lain terancam.

      memuji itu memang ada momennya, sih. nggak hanya tentang cantik, bilang pintar, pekerja keras dll juga gabisa dikatakan begitu saja. makanya kudu pinter2 baca keadaan.

      tapi lucu sih. kalo baru pertama liat, kan yg tergambar pasti ttg kecantikannya kan ya. masa langsung memuji dia pintar dan bertalenta. ya, gausah muji aja sih. belajar jadi tukang gali kubur saja. pandai memendam.

      iya yang begitu maksudnya, yog. pembicaraan pribadi, ya jangan dikeluarkan ke khalayak umum. ampe berkali-kali saya bikin artikel jangan umbar aib karena rawan bikin keributan. eh, orang malah sengaja ngelakuin demi engagement.

      Hapus
  4. Gue akhirnya banyak banget ngemute dan akun-akun yang pas muncul di timeline udah ribuan aja retweet dan likesnya tapi isinya "sampah". Pas buka akunnya juga asalnya dari akun antah berantah. Jadi mikir, apa jangan-jangan ini semua udah diatur kayak.. minggu ini viralin yang ini dulu, minggu depan yang itu, dan seterusnya. Apa pun itu, gue juga sama pusingnya sama kalian soal ribut-ribut gak penting yang enggak pernah sampai pada solusi yang realistis dan diterapkan di kehidupan nyata. Ini gue ngetiknya sambil ngantuk jadi maklumin aja kalau gak nyambung.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Block aja sekalian, Bang. biar beneran gak muncul-muncul lagi. Berdasarkan keterangan selebtwit kita, rey, hal tersebut memang ada, ada grup yang mengatur mana yang mau diup dan peserta grupnya kudu replies retwet yg akan di up itu.

      yang terbaru kemaren, klepon, cuma klepon, bisa geger ribut semua. level gakjelas dan gabutnya udah terlalu parah.

      Hapus
  5. mungkin konten konten yang viral itu sudah masuk rumus "ketahanan konten" haha. jadi yang diributin itu itu aja. ngga cuma soal nikah, pemerkosaan, kadang ribut ribut juga terjadi pada akun-akun yang memiliki hobi sama, kayak tentang akun yang kerap bahas buku atau film. pasti deh ada ributnyaa. hal ini juga makin keruh dan rame dengan adanya akun base kayak txtfrom gitu. Tapi kalau merasa hal hal di atas udah ganggu banget, boleh juga kok nge-mute atau block akun tersebut. ngga ada juga yang mengharuskan untuk selalu tahu apa aja keributan di twitter, yang ada malah ngabisin energi, ujungujungnya banyak kerjaan yang nggak jadi tersentuh.

    BalasHapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~