Fiksi KIlat: Tidak Mau Kalah

fiksi kilat tidak mau kalah
Tidak mau kalah
“Nggak mungkin. Tuhan nggak akan bisa menyelamatkan ayah. Sakitnya beliau sudah parah sejak lama. Selama itu pula, Tuhan nggak pernah sekali pun membuatnya sembuh.”

Pur membantah tiap kalimat nasihatku. Sejak dulu dia memang tak mau kalah, meski dalam keadaan apa pun. Dia selalu punya cara cerdik dan pembelaan masuk akal yang bisa membuat lawannya tak berkutik.

Seperti waktu mendebat orang yang bilang bahwa sinetron atau tontonan itu nggak harus mendidik, yang penting menghibur. Pur kekeuh bahwa hiburan pun harus mendidik. Setelah saling mengeluarkan banyak argumen, dia mundur. Lawannya merasa menang.

Karena lawan debatnya adalah orang yang dia kenal dan tahu rumahnya. Didatangilah oleh Pur keesokan harinya. Diajaknya anak kecil di sekitaran sana untuk kumpul dan sembunyi. Terus, saat lawan debatnya itu lewat, mereka ramai-ramai melemparinya dengan tepung, disiram air comberan, sambil menyerapahi dengan umpatan kotor.

Orangnya marah, balas mengatai Pur dan menuding Pur mengajari hal buruk pada anak kecil. Pur tertawa dan menjawab, “Ini hanya hiburan. Gak perlu mendidik. Tuh, lihat! Mereka semua tertawa dan terhibur.”

Saat ini, kondisi ayahnya Pur sangat kritis. Kami buru-buru membawanya ke rumah sakit. Setelah lama menasihatinya untuk tidak putus harapan—yang nasihatnya oleh Pur selalu dibantah—dokter pun memberi kabar baik. Ayahnya Pur masih bisa disembuhkan.

“Apa kubilang, Pur. Tuhan itu maha segalanya. Nyembuhin juga pasti bisa. Ayo kita lihat keadaan ayahmu.”

Pur bergegas ke ruangan ayahnya. Aku berterima kasih pada dokter, lalu berjalan pelan menyusulnya. Saat masuk ke ruangan ayahnya dirawat, aku melihat Pur menikamkan sebilah belati di dada ayahnya. Lalu dia menyeringai kepadaku.

“Kalo begini, Tuhan yang maha segalanya itu nggak bakal bisa membuatnya sembuh, kan?”  



Sumber gambar:
https://www.pexels.com/id-id/foto/pengusaha-pria-orang-orang-meja-tulis-3760790/
Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Fiksi KIlat: Tidak Mau Kalah Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

18 komentar:

  1. Ternyata Pur psyco, segala sabdanya harus benar.

    BalasHapus
    Balasan
    1. dia hanya orang yang tidak mau kalah, sebab kekalahan sering membuat orang jadi terhinakan.

      Hapus
  2. Pur, Pur. Gue liat kelakuan lu Pur. Tobat, Pur.

    BalasHapus
    Balasan
    1. tapi gabisa dilanjutin, "bapak lu nonton Pur~..." gabisa xD

      Hapus
    2. Bapak lu mati Pur. Yang bunuh elu sendiri Pur.

      Hapus
    3. udah tahu. ini senjatanya masih saya pegang. lu mau jadi yg berikutnya?

      Hapus
    4. Jangan Pur. Bawah saya kayaknya mau Pur. Dia aja Pur.

      Hapus
    5. bawah lu? saya dong... :(

      Hapus
  3. "Ya, silahkan, pasien atas nama Pur, boleh milih mau dibui atau pindah ke ruangan sakit jiwa. Tapi tenang nanti bakal dipindahkan lagi kok, masuk neraka."

    Maaf, pengen ngerusak pesta, kayaknya bawa belati ke RS agak mustahil, apalagi bapanya di ruang kritis. Lebih masuk akal pake benda yg cocok buat psikopat macam Pur: pensil/pulpen atau garpu (ini banyak kejadiannya).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waiya siap, Kang. Dipertimbangkan untuk ganti senjata.

      Lupa ngecek sistem keamanan terkini atau protokol rumah sakit besar secara umum. Masih mengandalkan pengalaman saya sendiri saat mengantar paman ke UGD tahun 2017 kemarin. gadiperiksa. mungkin bawaan tengah malem dan gawat. padahal saya bawa dua cutter sisaan ngerjain maket motongin kertas konstruk.


      Tapi kayaknya gausah ganti deh. Biar sesuai judul.

      Hapus
    2. Haha, Pur, Pur.

      Cutter juga tuh alat psikopat, pokoknya ATK bisa dijadiin item membunuh. Oh, ada adegan klise lainnya, yg terkesan dramatis tapi sebenernya ga masuk akal: menikam di dada. Ini emang bisa tapi butuh usaha ekstra, ada tulang rusuk soalnya. Lebih enak nusuknya di leher, langsung ke nadi jugularis.

      Hapus
    3. ini saya jadiin cerpen aja apa ya biar detail-detailnya bisa lebih dikulik lagi dan dijelaskan alasan tiap motifnya. xD


      namun, kalo daulat awalnya adalah psikopat, memotong nadi leher yang bisa membuat langsung mati itu malah itungannya gak piskopat amat, Kang. sasarannya udah lemah, terbaring pula. tak ada yang menyenangkan dari melihat korban gak berkutik yang langsung mati.

      Terlebih ini tentang logika tak mau kalah, jika persentase objeknya untuk selamat cukup tinggi, dan bisa membuat diri kalah, yang perlu dilakukan ya membuat persentasenya sekecil mungkin. tapi gaboleh sampe nol, sebab itu akan merusak permainan. apa yg bisa didebatkan, perihal sembuh dan tidak, dari org yg sudah mati?

      gimana? sudah lumayan menghayati belum saya, jadi karakter yang Tidak Mau Kalah-nya?

      Hapus
  4. Pur itu orang banyak bacot yang nyebelin banget. Andai saya ngobrol dengannya pasti harus selalu dalam keadaan gas kenceng atau kaya knalpot RX-King

    BalasHapus
    Balasan
    1. awokawok. bukankah lebi baik nggak ngajak dia ngomong aja, ya.

      Hapus
  5. Pur, Pur, kok lu keren sih? Bisa dengan mudah melakukan apa yang diinginkan tanpa pikir panjang? Tanpa perlu strategi? Tanpa ribet takut ditangkap?

    Salut!

    BalasHapus
    Balasan
    1. bukankah kalo berpikir panjang, jadinya kita gak bakal ngelakuin apa-apa.. apa yang menarik dari tidak melakukan apa-apa dan menggerutui semuanya?

      Hapus
  6. Ini kisah Mas Pur di universe mana ya? Soalnya kisah mas Pur yang saya tonton di sitkom RCTI kisahnya tragis karna ditinggal nikah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pur bagian pembuka sinetron. "Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan."

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~