Kenapa Memiliki Persepsi Yang Sama Itu Penting?

Assalamu’alaikum…

Kemarin malam di Twitter saya menemukan orang yang membagikan cuitan tentang orang Amerika yang tidak mengerti soal ukuran “meter”. Twitnya berupa skrinsyut pertanyaan dari akun “base” perihal apakah follower-nya lebih tinggi dari Tyalor Swift yang tinggi badannya 1,78 m. Beberapa yang merespon mengatakan dirinya lebih rendah, tapi mereka nggak mengerti, apa maksud “1,78 m” di pertanyaan tadi.
nanya tinggi badan
1) Seberapa greget tinggi lo?
Entah ini bisa dianggap wajar atau tidak, tapi dalam kesehariannya, orang Amerika menggunakan satuan “feet/kaki” dan “inches” untuk mengukur panjang (tinggi). Ketika ditanyakan tinggi badan, angka yang sering keluar biasanya sekitaran 5 feet (tinggi rata-rata orang dewasa). Makanya orang Amerika merasa bingung dengan nilai “1,78” ini dalam menunjukkan tinggi badan.

Melihat hal tersebut, saya jadi keingat tentang pentingnya Satuan Internasional. Bahkan saking pentingnya, materi tentang Satuan Internasional (sistem metrik) ini selalu diletakkan di bab pertama atau bab pendahuluan pada setiap pelajaran ilmiah.

Kenapa Satuan Internasional begitu penting?

Sebelumnya, kita harus paham dulu apa yang dimaksud dengan satuan. Mudahnya, satuan adalah suatu pembanding yang dijadikan acuan dalam pengukuran. Jadi, ada suatu objek yang bisa diukur, untuk menunjukkan nilai pengukuran tersebut, digunakanlah satuan. Misalnya mau ngukur lamanya orang mandi.

Lumrahnya, kita akan menggunakan satuan waktu (detik, menit, jam). Namun, sebenarnya kita juga bisa saja menggunakan satuan “batang rokok” atau “lagu Yolanda”.

“Dia baru selesai mandi setelah aku habis 3 batang rokok.”

“Lama kali kau mandinya, 4 lagu Yolanda baru selesai.”

Permasalahannya, apakah satuan “batang rokok” dan “lagu Yolanda” tersebut stabil dan tidak berubah-ubah? Kalo masih berbeda-beda dalam mengukur hal yang sama, berarti tidak bagus untuk digunakan sebagai satuan ukur.

Baca juga: Mencintailah Seperti Perokok

Satuan Internasional atau sistem metrik merupakan satuan ukur yang disepakati dan dipergunakan secara global. Kenapa ini penting? Ilmu pengetahuan digunakan oleh semua orang, dalam mengembangkan/memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi, orang-orang tentu akan saling berbagi atau bekerja sama dalam memberikan hasil penelitian (pengukuran). Sehingga, data hasil pengukuran tersebut bisa digunakan bersama.

Jika kita menggunakan satuan yang tidak sama, padahal objek yang diukur sama, dalam pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, bisa menimbulkan masalah besar. Hal ini sempat terjadi di tahun 1999, pesawat luar angkasa (sebagai satelit) yang diluncurkan dengan tujuan mengorbit dan mengamati planet Mars, malah hancur.

Penyebabnya, posisi orbit pesawat itu terlalu dekat dengan planet Mars

Sehingga bergesekan dengan atmosfer dan hancur karena panasnya. Setelah ditelusuri, kesalahan posisi orbit pesawat tersebut karena salah perhitungan pada tenaga mesin yang mendorongnya. Mesin pendorong pesawat ini dibuat oleh mekanik dari Lockhead Martin Corporation, yang merupakan perusahaan mekanik asal Inggris. Mereka membuat mesin dengan spesifikasi satuan pound (lb), yang menjadi satuan paling populer di Inggris.

Sementara itu, saintis di laboraturium pendorong jet NASA mengira bahwa satuan yang digunakan adalah sistem metrik. Satuan untuk massa di sistem metrik berupa kilogram (kg). Gaya yang dapat dihasilkan oleh benda bermassa 1 kg adalah 9,8 N (Newton) atau 9,8 m/s2.

Jika menggunakan satuan pound (lb), di mana 1 pound = 0,4536 kg, gaya yang dihasilkannya menjadi 4,5 Newton, nilai gaya yang diinput dalam perhitungannya jadi tidak tepat. Melencengnya cukup jauh dari yang seharusnya. 
2) Lupa menyamakan satuan, satelit ini cuma ingat kuncinya 
Karena di kedua belah pihak yang mengurusnya tidak ada yang menyadari perbedaan satuan yang digunakan, jadinya tidak ada yang melakukan konversi. Akibatnya, proyek pengamatan cuaca planet Mars senilai 125 juta dolar dan waktu perjalanan pesawatnya selama setahun itu pun jadi sia-sia.

Menyamakan satuan ukur itu benar-benar penting

Nggak hanya di dunia ilmiah, melainkan juga di kehidupan sehari-hari. Soalnya, sudah terlalu sering kita mengalami kesalahpahaman dalam menyikapi berbagai hal. Misalnya, kita perlu menyamakan “satuan” orang yang dianggap baik. Sehingga, kita tidak kesulitan untuk menentukan mana atau siapa yang berbuat jahat.

Saya tahu ini terdengar nyeleneh, tapi belakangan ini orang-orang banyak yang salah dalam membela suatu pelanggaran. Ada orang melakukan perbuatan yang salah, terus orang yang salah ini dibela dengan kalimat,

“…dia sebenarnya baik. Terutama dengan orang yang sudah kenal dekat. Jangan menghakimi dia seperti itu.”

Kalo dasar penilaian baik (satuan orang baik/standar orang dianggap baik) adalah perbuatannya terhadap orang terdekatnya saja, maka perampok, pencuri, begal, copet, akan terhitung ke golongan orang baik. Karena mereka melakukan itu demi memberi makan keluarganya. Mereka juga tetap baik ama teman tongkrongannya sehabis ngebegal. Nratir-nraktir malah. Iya, kan?
perampok itu sebenarnya baik
3) Sempet sedekahin hasil curian juga, baik banget, kan~
Samakan juga satuan ukur dalam menunjukkan pacar yang baik dan sejauh apa nilai deviasinya (sikap nggak baik pacar yang bisa ditolerir secara umum). Karena topik ini selalu dibahas setiap hari di mana-mana. Kalo “satuan” yang dipakainya berbeda-beda, tentu pembicaraannya bakal menjurus ke merendahkan atau menyombongkan.

“Pacarku baik banget, dia beliin aku mobil Alphard.”

“Pacarmu kok jahat gitu, sih. Masa kamu ditinggal main game.”

“Pacarmu nggak tahu diri berarti. Masa hanya karena kamu nonton berdua aja ama mantan, dia nggak mau ngehubungi kamu lagi.”

Semacam itu. Bahkan, saya pernah membaca utas Twitter, juga Quora, ada orang yang kekeuh mengatakan pacarnya itu orang yang sangat baik. Padahal, dalam kejadian yang diceritakan, selama pacaran dia sering dihina dengan kalimat kasar semacam “dasar anjing!”, “…itu terus yang dipermasalahkan, kayak kaset rusak!”. Ditambah lagi, dia tahu kalo pacarnya itu banyak mendekati perempuan lain.

Kalo yang dianggap baik adalah orang yang seperti itu, lama-lama orang lain bakal bosan dan malas untuk menjadi beneran baik. Belum kalo harus diperkenalkan pada orang terdekat seperti keluarga. Kita melabeli pacar kita yang kasar tadi sebagai “orang baik”, orang terdekat kita percaya dan bersikap sebagaimana memperlakukan orang baik, ya, semacam ngasih pinjaman misal. Namun, kemudian orang terdekat kita malah dikatai “bangsat” ama pacar kita karena nagih pinjaman tersebut.

Kan, keluarga kita yang jadi kena getahnya…

Kata “aku mencintaimu” saja sudah harus disamakan. Apakah maksudnya menyayangi sepenuh hati dan menganggap si kamu adalah satu-satunya? Atau menyayangi sepenuh hati, tapi masih boleh menggoda target lain karena belum yakin bahwa si kamu ini adalah jodohnya.

Apalagi tentang satuan ukur imam yang baik

Sangat perlu disamakan. Misalnya, menurut saya imam yang baik itu adalah yang bisa membimbing keluarga, bertanggung jawab dan memuliakan pasangannya. Menurut kamu, imam yang baik adalah yang memuliakan pasangannya, ditambah ganteng, pinter nyanyi, pakaiannya modis, dan selalu update photo story berpeci rapi saat Jumatan. Sedangkan menurut emak bapakmu, imam yang baik adalah yang siapa aja asal jelas punya harta yang banyak.

Cara pandang kita semua terhadap hal baiknya saja berbeda. Jika kita harus berada di rumah yang sama, membicarakan rencana untuk tinggal bersama menyatukan keluarga, tentu ujung-ujungnya akan seperti pesawat luar angkasa tadi. Salah perhitungan, prinsip kita saling bergesekan hingga memanas, kemudian hancur, dan membuat perjalanan kita menjalin ikatan rasa selama ini menjadi sia-sia.


Nb: Kayaknya semua imam itu baik, sih. Soalnya selama saya menjadi makmum, nggak pernah itu pas mau salat imamnya ngomong, “sebelum mulai, tolong handphone dan dompetnya serahkan satu-satu,” sambil menodongkan pistol.

Sumber gambar:
1) https://www.healthline.com/health/how-to-measure-height
2) https://slideplayer.com/slide/3921464/
3) https://www.merdeka.com/jakarta/rahmat-merampok-atm-demi-biayai-3-istri-dan-7-anak.html
Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Kenapa Memiliki Persepsi Yang Sama Itu Penting? Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

2 komentar:

  1. Dalem banget ya.

    Ngomong-ngomong, saya pernah salat di masjid, terus pas sujud lama banget, ternyata imamnya kabur dan setelah dicari-cari, dia ada di teras atas rumahnya (rumahnya pas banget samping masjid), teriak, "Udah dibilang saya gak bisa jadi imam!"

    Demikian sekilas #infootomotif.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Itu nyebutnya bukan imam yang gabaik atau imam jahat, melainkan imam yg gak apal.

      Kan dia tetap baik dengan sebelumnya bilang dia gak bisa.

      Makmumnya ini yg gak baik karna maksa..

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~