Kenapa Orang Beralasan "Kamu Berubah" Saat Akan Memutuskan Hubungan?

Assalamu’alaikum…

“Kamu berubah.”

“Memangnya aku pawer renjes?”

Siapa pun yang masih ngejokes begitu, enyahlah. Nggak lucu. Mungkin sudah beberapa kali mendengar atau merasakan sendiri, seseorang mulai memutuskan hubungan atau menjauh dengan alasan pasanganya sudah berubah. Tidak dijelaskan di sana apa perubahannya menjadi baik atau buruk. Setelah mengatakan, “Kamu berubah”, dengan nada marah atau suara parau pelan, dia akan memutuskan pergi atau mematikan teleponnya.

berubah
1) Yang penting nggak beruban.

Saat ditanya berubah apanya, dia hanya mengulang kalimat “pokoknya kamu berubah” itu kembali. Namun, ya, gimana. Kalo dia perlu menjelaskan lebih banyak, ya, itu bakal diitung ngisi seminar, sih, ya. Udah bener berarti kalo habis mengatakan sesuatu yang membuatnya sedih, setelahnya, ya, menjauh dulu, meratapi apa yang telah terjadi. Pasangannya yang mendengar hal tersebut tentu bakal dibikin pusing. Kenapa bisa dia mau meninggalkan dirinya hanya karena sudah berubah, yang bisa jadi berubah lebih baik?

Bukannya kita memang harus berubah? Kenapa salah?
Bahkan kata motivator ternama, orang yang tidak mau maju dan tidak mau berkembang itu adalah orang yang membenci perubahan. Dia berada di zona nyaman yang telah dikuasainya, sehingga saat ada perubahan, dia akan mengeluh.

Masalahnya, ucapan motivator tersebut tidaklah benar. Karena walo seseorang sudah berada di zona nyamannya, dia akan tetap update tentang apa pun. Mengikuti perkembangan teknologi dan tren pendidikan agar terus berkembang. Perubahan yang tidak disukai oleh orang—yang dijadikan kembing hitam oleh motivator biar seminarnya makin laku itu—adalah perubahan yang membuat dirinya pasti jatuh. Bukan turun. Maksudnya, ngapain harus berubah kalo membuat dirinya hancur, mati. Bukan turun dan punya kesempatan naik lagi.

Begitu juga maksud dari kalimat “kamu udah berubah”, dia membenci perubahan yang ditemuinya karena dia merasa dirinya sudah tidak punya kesempatan untuk terus bersama lagi. Dari situ bisa kita lihat, bahwa  ucapan “kamu berubah” itu selalu tentang hal yang TIDAK BAIK untuk hubungan kalian, padahal sebelumnya hal itulah yang membuatnya suka. Bukan tentang keadaan si kamu saat ini.

Kalo berubah lebih baik, misal lebih mapan, kenapa malah merasa nggak akan bisa bersama?
Sekali lagi, ini tentang sinyal yang dia dapatkan dari yang berubah tersebut. Bukan tentang kamu sudah dapat apa atau mencapai apa. Ya, walo mungkin karena yang kamu capai itu atau yang kamu dapat itu, makanya secara nggak sadar ada yang berubah dari diri kamu.

Misalnya saat kamu lebih baik dalam hal meningkatkan ketaatan beragama. Sebelumnya, kalian selow aja jalan bersama, gandengan, nelpon ampe lewat tengah malam. Terus, kamu melihat itu bukan perbuatan yang pantas, kamu mulai mempersedikit waktu jalan, gak ada gandengan tangan, telpon paling malam hanya sampai jam sembilan. Pas ngobrol, banyak ngasi ceramahan karena tingkahnya dia kamu anggap nggak sesuai ajaran.
berubah
2) Padahal berubah jadi lebih baik

Menurutmu itu lebih baik karena bisa menjaga diri, kan? Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa bahasa perhatian atau bahasa cinta tiap orang itu sama. Ada yang selow saja walo nggak bertemu sebulan sekali, tapi ada juga, kan, yang mau dihubungi tiap hari. Ketika dia bilang “kamu berubah”, ya, maksudnya tentang bahasa cintanya itu. Dia merasa sudah nggak bisa lagi untuk meneruskan.

Begitu juga ketika berubah jadi lebih mapan. Bisa saja niatmu hanya mau membuat penampilannya lebih baik saat diajak makan ama teman-teman, nggak asal pake pakaian yang biasa dia nyaman kenakan. Kamu juga jadi membatasi tempat makan. Pecel lele kesukaannya udah kamu hindarkan, “Mending restoran.” Berubahnya itu, ya, tentang perlakuan. Bukan karena dia benci kamu jadi lebih mapan.

Lalu, kenapa hanya berubah begitu saja, bisa membuat dia yakin untuk langsung meninggalkan?

Karena sesuatu yang berubah itu tidak bisa jadi acuan
Ini beneran. Seseorang akan yakin memutuskan kalo yang jadi objek itu nggak akan berubah, atau kalo berubah pun dia sudah tahu berubahnya jadi apa dan mengatasinya bagaimana. Memutuskan sesuatu yang sifatnya nggak tetap atau berubah terus itu semacam perjudian. Kadang ruginya lebih besar. Nggak mau, kan?

Emak saya punya pengalaman tentang memutuskan hal saat terjadi perubahan ini. Waktu itu penjualan daging ayam potong lagi kecil-kecilnya, pendapatannya tentu makin dikit dan malah belum balik modal. Lalu, ada satu hari saat mendadak permintaan daging ayam potongnya naik. Jam 10 udah habis semua. Biasa sampe sore jam 5 juga masih nyisa.

berubah
3) Jual ayam potong

Dia cerita mau nambah pasokan daging ayam karena perubahan baik tersebut. Saya menentang tentunya. Namun, nggak dihiraukan. Dia yang merasa lebih berpengalaman (emang benar) dalam hal jualan, merasa bakal lebih baik. Permintaan besar kok jualannya tetap, gak masuk logika dalam hal ngambil untung tentunya.

Hasilnya, sampe jam 5 sore, hanya sebagian dari total seluruh pasokan yang habis. Rugi besar jadinya, karena harus dijual esoknya. Diberi pendingin, es batu, yang biasanya nggak perlu. Ditambah lagi, orang-orang tidak suka membeli daging ayam yang udah dimalamkan dengan es kalo belanja di pasar.

Memutuskan untuk maju saat terjadi perubahan itu emang semacam perjudian. Nggak mau lah soal urusan masa depan begitu, cara memutuskannya malah dengan cara untung-untungan. Namun, itu kan soal jualan, ya, belom meyakinkan. Emang ada hal lain yang menunjukkan kalo yang sifatnya tetap atau nggak berubah itu bisa jadi acuan?

Yuk melihat kembali konstanta dalam Fisika
Konstanta merupakan lambang yang digunakan untuk mewakilkan suatu besaran yang nilainya tidak berubah. Misalnya konstanta gravitasi, g, itu nilanya 9,8 m/s2. Konstanta kecepatan cahaya pada ruang hampa, c, 3 x 108 m/s. Sama juga konsepnya dengan ketetapan nilai satuan seperti 1 jam itu 60 menit, 1 menit itu 60 detik, 1 meter itu 3 kaki, atau 1 tahun itu 52 minggu.

Konstanta atau ketetapan itu tujuannya buat apa? Memudahkan perhitungan dalam penyelesaian masalah di kemudian. Dengan konstanta tersebut, lalu dilakukan perhitungan dengan massa dan gaya dorongnya, pesawat bisa dipastikan aman untuk terbang.

Lagi pake mikrowave, walo alarm penentu waktunya mati, tapi karena nilai waktu yang digunakan sama, kita tetap santuy dengan mengawasi waktu di jam tangan, jam dinding atau alarm ponsel. Saat menggunakan kompas, kita nggak takut untuk terus maju karena penunjuk arah di kompas selalu sama, tetap mengarah ke utara. Bangunan atau landmark yang selalu tetap juga demikian, kan? Membantu dalam menentukan arah jalan. “Nanti ketemu Tugu Bambu, belok kanan!”

berubah
4) "Jalan ke hatimu?" | "Lurus, ada pertigaan, belok kanan, rumah cat kuning, lalu masuk ke hati suami saya."

Sesuatu yang tetap atau nggak berubah itu memang udah sewajarnya menjadi acuan atau petunjuk. Kalo berubah-ubah, ya meragukan. Variabel nyebutnya, kemudian hanya asumsi-asumsi yang mengitari di sana. Susah untuk memastikan.

Sudah jelas, kan, bahwa yang sifatnya “tetap” bisa menjadi acuan
Tentang kebaikan juga acuannya pada agama atau kitab suci. Karena agama atau kitab suci itu sifatnya tetap, nggak berubah. Perbuatan yang mulia itu begini dan begini, orang yang buruk itu contohnya begitu dan begitu. Nggak bakal itu tiba-tiba dalam ajaran agama dikatakan “berbuat zalimlah kalian, itu akan mendatangkan pahala”, nggak akan. Variabel manusianya saja yang ngide berspekulasi, bahwa mencaci agama lain dan meneriaki dengan kata kafir adalah sebuah ibadah.

Dari itu, jangan heran kenapa saat dia berkata, “Kamu berubah,” dia perlahan mulai mundur dan menjauh. Bisa berarti maksudnya, yang sebelumnya kalian konstan menjaga komunikasi, tahu-tahu kamu selalu beralasan sibuk, kecapean. Dulu tiap minggu atau dua minggu sekali kalian menghabiskan satu hari bersama, bercengkerama. Kini saat berjumpa, tanganmu tak pernah lepas dari layar chat WA.

Atau dulu kalian saling percaya karena sama-sama saling menjaga hati, lalu kemudian mulai timbul pertanyaan-pertanyaan merendahkan. Kamu tuduh dia melakukan perselingkuhan karena pernah melihat berduaan dengan lelaki yang mana mereka memang sahabatan. Bukankah perubahan seperti itu sudah menjadi acuan kalo hubungan kalian nanti bakal berantakan?

Dan, beginilah adanya. Saat ini saya sedang berusaha agar dapat jumlah yang tetap dan nilainya lumayan dalam penghasilan bulanan. Biar bisa memenuhi acuan ibu dan bapakmu kala akan melangsungkan lamaran.



Sumber gambar:
1) https://www.vidio.com/watch/1566038-kamu-berubah
2) https://kampoengsmuda.org/read.menjadi-lebih-baik/
3) https://bogordaily.net/2018/07/harga-ayam-potong-di-leuwiliang-capai-rp60-ribu/
4) http://www.sekarungopini.com/2016/11/adab-bertanya-arah-jalan-saat-berkendara.html

Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Kenapa Orang Beralasan "Kamu Berubah" Saat Akan Memutuskan Hubungan? Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

16 komentar:

  1. Nanti mau melamar pacar lewat tulisan yang pake rumus juga, Haw?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Temui dan ucapin langsung, dong. Cara tradisional tetap lebih manis.

      Hapus
  2. Haw, sudah lama nggak baca tulisanmu aku jadi pusing. Otak lemotku udah lama nggak dikasih tulisan begini. Biaasanya baca thread aib mulu di Twitter begini dah huhu. Apalagi pas baca bagian yang Fisika-Fisika. Terus ini kok nggak ada jokes mesum-mesum tipisnya kayak dulu? Haw, kamu berubah! :(

    Yang paragraf menuju ending itu aku nggak paham deh. Jadi itu maksudnya kalau kitanya jadi curigaan dan insecure parah, kìta sendiri yang mengakibatkan hubungan itu berantakan ya, Haw? Kita sendiri yang membuat si doi berubah padahal doinya ya tetap-tetap aja?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya sejak dulu tidak mesum ya. Cita-cita saya jadi haji.

      Nggak begitu juga. Itu hanya contoh saja, karena setiap org itu memiliki hal berbeda yg disuka. Di paragraf itu kebetulan saya ngambil contoh yang disuka itu karna bisa sama2 menjaga dam percaya.

      Bagi org lain lagi, ya bisa jadi bukan itu yg dilihat. Pernah ada kan yg bilang, aku menyukaimu karena kamu gak ganjen ke cewek lain. Dulu kamu menjaga sikap dan menjaga perasaan pasangan. Atau mungkin lain lagi.

      Kalo punya kasus merasa jadi penyebab keretakan karena curiga, ya pastikan dulu. Curiganya benar apa nggak. Klo beneran dia masih welcome ke perempuan lain padahal udh punya pasangan, ya berarti posisi curiga itu bener.

      Kalo dia merasa gak berubah dan sejak dulu dia begitu, welcome ke banyak perempuan, berarti dia kan tetap nih itungannya. Gak berubah. Ya tinggal kitanya lagi memutuskannya gimana.

      Org pake jam terus yg satuan waktunya gak berubah karena emang ngebantu.

      Orang pake sepatu ukuran 41 terus karena ukuran sepatunya gak berubah dan nyaman.

      Lalu ada juga orang yang gak mau lagi naik bus kota. Padahal bus dan sopirnya gak berubah.

      Artinya, seperti awal2 saya jelaskan, bahasan berubah itu tentang HAL BAIK. kalo yang kamu bahas gak berubahnya itu mengarah pada sifat buruk (gak puas ama satu perempuan) ya bener berarti buat pergi.

      Kecuali dia selalu menghargai kita lebih dari siapa pun dan berusaha nggak melukai perasaan kita, (kan berarti ini sikap baik) nah sifat yg ini kalo gak berubah tapi kitanya milih pergi, berarti kita yg salah memutuskan.

      Lagipula, kita nggak akan jadi org yg curigaan kalo pasangan kita beneran menjaga perasaan kita, kan.

      Hapus
    2. Curiga itu enggak ada salahnya selama takarannya wajar dan disertai bukti nyata. Saya ini termasuk orang yang mengandalkan intuisi saat berhubungan. Saya pernah tiba-tiba merasa cemas akan perasaan pacar. Setelah dicari tahu, ternyata dia selingkuh. Menonton film sama cowok lain, atasan di tempat kerjanya. Lain cerita juga ada, saya enggak tahu kenapa berprasangka buruk gitu karena tumben banget dia tidak memberi kabar sampai lama. Begitu saya tanya dari mana saja, ternyata dia habis ada acara makan-makan, lalu juga dikasih kado dari cowok lain. Dia menerimanya dengan bahagia pula. Kan anjing. Saya berasa enggak dihargai. Sejak itu, saya selalu percaya firasat yang tidak pernah berkhianat.

      Hapus
    3. Hmm... bener juga, Yog. Kalo di kasus yang saya tulis itu kan, pasangannya udah tau kalo yang nemeninnya beneran sahabatan. Kenal baik. Udah sangat jelas gak bakal ngekhianatin lah istilahnya.

      Namun, kalo nggak, ya wajar sih ya curiga. Keinget ama hubungan saya sendiri jadinya. Curiga sama beberapa cowok yang ditanggepin. Dan ya, semua kecurigaan itu beneran. Masing2 cowok yg saya curigai itu langsung nembak mantan saya itu. Ampe yg dia bilang gak mungkin akan ada perasaan dan sebagainya, malah lalu jadian. kalo kata NJus, kuhanya bisa berhahahaha ahahahahakak.

      Hapus
    4. Anjir kalimat terakhirnya. Jadi lumrah, wajar kalau kita bisa punya trust issue sama orang kalau orang itu sendiri nggak bisa jaga perasaan kita kan yak. Apalagi kalau dia punya track record sebelumnya yang jelek. Bukan salah kita yang curiga (curiganya pun juga nggak barbar yang ujug-ujug nuduh sambil marah-marah), karena manusia sekali disakitin, ya pasti mengantisipasi sakit hati yang akan datang dengan lebih berhati-hati. Salah satu caranya adalah curiga itu. Oke. Makasih udah membuka mataku, Haw.

      Hapus
    5. Iya, kalo perihalnya begitu, wajar-wajar saja kalo curiga. Saya pernah dulu nggak punya rasa curiga sama sekali, karna ya udh begitu percaya. But, pelan-pelan terungkap bahwa yang dipercaya itu secara diam-diam melakukan yang tidak disukai oleh setiap hubungan (waktu itu ttg hubungan pertemanan). Sakit hati pasti. Apalagi kalo dalam hubungan yang lebih serius dengan bertujuan hidup bersama. Ya, apalagi dong yang akan muncul kalo bukan kecurigaan saat ada tindakan lainnya yang serupa setelahnya...

      Hapus
  3. "Kamu enggak berubah ya, Yog. Masih aja kurus." Seandainya pernyataan semacam itu bisa menjadi nilai lebih. Mana ada kurus menjadi kelebihan. Lebih gampang dalam urusan makan tanpa pantangan atau repot-repot memikirkan jam malam palingan. Wahahaha.

    Seumur-umur mengajak putus, kayaknya saya belum pernah bilang soal "berubah" kepada pasangan. Saya cuma sadar atas perasaan saya yang berubah, bahwa hubungan beracun itu bisa memudarkan rasa sayang. Entah siapa racunnya. Bisa jadi keduanya. Daripada kami saling bunuh, lebih baik cari obatnya. Entah dengan orang baru atau kesibukan baru atau apalah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Elaaahhh.... ahahaha... tolong, ya, tentang berubah kamu berubah kamu berubah ini tentang HAL BAIK. udah, kalo kurus (Walo kesehatannya baik) secara konotasi doanggap kurang baik. Pake misal lain, dong...

      "Kamu nggak berubah ya, Yog, masih suka nyempatin nagnter ampe depan rumah, padahal kan nganternya pake motorku."

      Namun, sialnya, Yog, kalo orangnya pinter, dia udah nyari obat duluan saat masih terikat hubungan. Dianya bisa terus kembali sembuh, pasangannya makin kronis. :(

      Hapus
  4. Gak tau kenapa saya mau nangis baca tulisan ini, Bang. Karena saya nggak berubah, alias gini-gini aja. Jadi orang merasa bosan ketika bersama saya. :(( Padahal saya mau kok berubah jadi lebih baik meski proggresnya lambat.

    Btw semoga segera lamaran ya Bang Haw~~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan nangis di sini, wey, disangka ada apa-apa entar. Hmmm... sepertinya kutak bisa menjabarkan itu penyebabnya gimana. Kalo nggak berubah, berarti dulu dia datang dan menetap saat keadaan itu kan. Lalu pergi. berarti pas datangnya ada hal lain yang dia harapkan, tapi dia nggak menemukannya setelah mencari. Namanya mencari, ya mendekati kan. Tapi kalo gak ada ya pasti pergi. Ini masalahnya bukan berubah atau nggak sih.

      kayak aku lagi bosen nih. perlu hiburan, TV salah satu bentuk yang bisa memberi fiburan, pas buka channel2nya, aku menetap dong di depannya, tapi pas udah semua channel dicoba tonton, ternyata nggak ada yang menghibur. Ya pergi aja lah.

      But, bisa jadi juga saat itu bukan dia yang datang, tapi kamu yang menghampiri. ini bakal lain lagi kan teorinya. Namun, kalo kamu menemukan bahwa kamu bisa membuat orang bosan karena begitu2 saja, entah maksudnya sikap atau pas diajak ngobrol, ya lanjutkan saja perubahannya itu.

      Hapus
  5. Dari awal-awal baca udah mau komentar, eh kok tulisan di blog ini kayaknya sekarang udah jarang mbahas rumus fisika, ya. Eh... di tengah-tengah nemu variabel dan konstanta. Berasa flashback jaman SMA.

    Selama rasa dari makanannya enak dan cocok di lidah, mau makan di restoran atau pecel lele emperan di pinggir jalan pun, kalau saya enggak masalah. Hahaha. Fine-fine aja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lagi bosen sendiri aja bang ama fisika-fisikaan, tapi udah dibikin lagi di pos selanjutnya.. xD

      Iya, Wis. Tapi orang juga ada yang makan nggak berdasar lidah, tapi juga mata (nyari tempat yang bagus IG-able), telinga (yang klo diomongin orang jadi berasa orang keren), dan pakaian (didatangi orang parlente lainnya).

      Hapus
  6. Glla gila gila keren banget ini. Selalu pake fisikawan sejati ya. Sungguh manusia yang bijak memang bapak Haw ini. Walaupun bijak... tapi kok endingnya nganu yha. *kabur

    BalasHapus
    Balasan
    1. susunan kalimatnya mungkin kayak orang bijak, tapi isinya bisa membuat Ichakhai memaki "Bijik".

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~