Budaya Pernikahan Adat Melayu Di Singapura Seperti Apa?

Assalamu’alaikum…

“Kalo orang Melayu menikah di Singapura, masih pakai tata cara adat Melayu gitu nggak, sih?”

Begitu tanya saya pada teman SMP saya yang saat ini menetap di Singapura. Dia sendiri berasal dari etnis Tionghoa, tapi sebelumnya dia bercerita habis pulang dari acara nikahan teman kerjanya yang orang Melayu. Karena saya melihat Singapura sudah begitu maju dan bahasa nasionalnya pun menggunakan bahasa Inggris, saya cukup penasaran dengan budaya mereka ketika melangsungkan pernikahan. Masih mengikuti budaya seperti sebelumnya, atau sudah modern tanpa ada ritual khusus dalam perayaannya?


pegipegi

Tentang pernikahan adat Melayu ini, menerbangkan ingatan saya pada momen pernikahan teman kuliah saya di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Waktu dia memberitahu dan mengundang untuk hadir di acara pernikahannya, saya merasa senang karena bisa sekalian mampir menikmati beberapa tempat wisata di sana. Maaf kalo fokus senang karena pernikahannya hilang, karena saya memang belum pernah main ke wilayah Sintang kala itu.

Ada beberapa tempat wisata di Sintang, Kalimantan Barat
Rada nggak afdol saja begitu, jadi bagian dari penduduk Kalimantan Barat tapi tempat wisata yang ada di dalamnya belum banyak yang didatangi. Terlebih Kabupaten Sintang kan bersebelahan ama tempat tinggal saya, Kabupaten Sanggau. Karena itu, selain menyiapkan pakaian untuk hadir di acara pernikahan teman, saya juga menyiapkan pakaian buat main ke tempat wisatanya.

Pernikahan teman saya dirayakan hari Minggu, saya dan teman sekelas lainnya sudah datang sejak hari Jumat. Masa perkuliahan kala itu sudah melewati ujian akhir tengah semester. Jadi nggak sampe dihitung bolos. Tempat menginap numpang di rumah teman. Ada banyak hotel dan penginapan sebenarnya, tapi kan harus bayar lagi. xD

Tempat wisata yang kami tuju pertama kali adalah Bukit Kelam. Namanya sudah menggambarkan tempat seperti apa itu. Sebuah bukit yang warnanya kelam, hitam. Karena yang disebut bukit ini sejatinya sebuah batu hitam yang sangat besar, sebesar bukit. Pohon-pohon hijau hanya menghiasinya di sekitaran bawah bukit saja. Tumbuh di atas batu itu tentunya tidak mudah, kan? Walo sebenarnya di puncaknya tetap ada pohon-pohon yang cukup lebat, sih. Namun, area batu yang tidak ketutup juga terlihat lebih luas. 
pegipegi
1) Bukit kelam, dari jalan yang baru dibuat, bukan jalan raya umum seharusnya

Banyak cerita rakyat yang mengisahkan kemistisan bukit tersebut, meski demikian, kami tetap takjub dengan pemandangan yang dihadirkan. Tinggi Bukit Kelam ini mencapai 1002 m yang tentu sulit juga untuk didaki. Saat berada di kawasan bukit tersebut, kami beberapa kali melihat tanaman endemiknya, Kantung Semar, yang susah sekali dijumpai di wilayah perkotaan.

Saat sampai di wilayah Bukit Kelam ini, rombongan kami memisahkan diri. Alasannya, mereka tidak mau singgah ke tempat wisata yang lebih jauh. Mereka memilih memutar kawasan Bukit Kelam dan mampir ke wisata rohani Gua Maria. Sedangkan saya dan teman lainnya memilih pergi ke Rumah Adat Dayak (Rumah Betang) Ensaid Panjang, sekalian mandi di air terjun Bukit Rentap yang tak jauh dari sana.

Entah apa saja yang rombongan lainnya kunjungi atau renungi di Gua Maria, yang jelas, saat sudah sama-sama pulang mereka terlihat lebih tenang. Biasanya langsung main ledek-ledekan atau antusias menceritakan keseruannya mengunjungi ini dan itu.

pegipegi
2) Gua Maria

Sedangkan kami, ketika sampai di Rumah Betang Ensaid Panjang, langsung menyapa warganya. Singgah sebagaimana seorang tamu, menanyakan beberapa hal yang terkait bentuk rumah tersebut. Rumah Betang ini bentuknya memanjang, dan akan terus bertambah panjang karena pembangunannya dibuat menyamping.

Jadi, misal pas pertama kali dibangun hanya terdiri dari 10 bilik (kamar), ketika ada keluarga baru yang bergabung, anaknya menikah dan harus tinggal di bilik baru, mereka akan menambah biliknya di sebelah kanan atau kiri. Bilik paling tengah merupakan kediaman tetua atau orang paling dituakan.

pegipegi
3) Rumah Betang Ensaid Panjang

Dari luar memang seperti tertutup kaku tak ada ruang kegiatan seperti teras atau balkon, tapi di depan bilik terdapat area untuk berkumpul yang cukup luas. Area tersebut jadi tempat utama penghuninya melakukan kegiatan, membuat kerajinan tangan, memintal, menenun, menyulam, menampi beras, bermain, istirahat siang, dan lainnya. Hasil tenunannya berupa kain atau syal ikat. Kami membelinya beberapa, harganya bisa lebih murah sampai 60% dibanding kalo beli di kota.

pegipegi
4) Nah, gini dong, sekali-kali gantian dipoto

Selanjutnya, kami langsung menuju ke air terjun Bukit Rentap. Jalan kaki sekitar satu jam apa dua jam, gitu. Lupa saya. Jadi tukang foto di sana, dan mandi sampai puas. Jangan lupa obat masuk angin setelahnya. Dingin bener asli.

pegipegi
5) Air Terjun Bukit Rentap

Lalu hari mulai memasuki waktu anak indie
Sudah mulai senja, kami langsung bergegas pulang. Di tengah perjalanan, kami bertemu dengan bapak-bapak yang menggendong sekeranjang durian. Kepingin dong. Kami bertanya berapa satuannya, bapak itu memasang wajah bingung.

“Biasa jualnya langsung banyak. Per keranjang.,” ucap Bapaknya.


Yaudah kami tanya berapa sekeranjangnya, dijawab “seratus ribu”. Keranjangnya memang nggak gede-gede amat. Namun, isi duriannya yang ukurannya kecil sampai sedang itu berjumlah 11. Kami saling tatap-tatapan, yaudah jadi beli. Murah bet ini, mah. Kami memakannya ketika sampai di tempat kami menginap di rumah teman. Walo nggak semuanya bagus, karena masih ada yang muda, tapi rasa durian yang matengnya nggak mengecewakan.

Esoknya, kami ikutan membantu persiapan pernikahan teman saya itu. Ya sekadar mendekor atau menyusun kursi dan memasang panggung kecil. Setelah beres, sorenya main ke tepian sungai Kapuas depan Keraton Istana Al Mukarromah yang berdampingan dengan Museum Dara Juanti dan Masjid Jami Sultan Nata. Tempat tersebut juga merupakan tempat wisata di Sintang.
pegipegi
6) Tepian Sungai Kapuas depan Istana Al Mukarromah

Kami berkumpul menikmati angin sore dari arah sungai Kapuas sambil foto-foto. Apa itu yang anak sekarang nyebutnya? Golden Hour, ya. Bercanda sampai menjelang magrib untuk kemudian istirahat menyambut perayaan pernikahan esok harinya.

Pernikahan yang langsung menggunakan dua adat sekaligus
Saat berbincang melalu telepon dengan teman SMP saya yang di Singapura itu, saya juga menceritakan tentang pernikahan teman saya ini. Mereka yang memang berasal dari etnis berbeda, Melayu dan Tionghoa, melakukan adat pernikahan dengan budaya keduanya.

Pernikahan Adat Melayu, ya, hampir sama seperti adat pernikahan lainnya. Pihak lelaki dengan rombongannya datang, di depan rumah pihak perempuan ada orang yang menghalangi (semacam palang pintu). Terus ada adu pantun berbahasa melayu, dan udah, siap menuju ijab kabul.

pegipegi
7) Arakan pengantin sebelum palang pintu

Setelah ijab kabul selesai, mereka yang sebelumnya menggunakan pakaian adat Melayu, langsung mengganti gaun yang biasa dipakai untuk pernikahan orang Tionghoa. Ijab kabul diadakan di dalam rumah, untuk ritual pernikahan adat Tionghoanya, mereka ke area panggung kecil dan melakukan sujud atau sungkum ke keluarganya. Waktu itu ke ibunya.

Kemudian ada yang membawakan beberapa cawan teh yang akan diminum bersama oleh mereka sebagai morning ceremony atau penghormatan kepada yang lebih tua. Tea Pai atau Kong Cha kalo nggak salah istilahnya. Yang ikutan minum, ya, bibi, paman atau kakak mereka yang udah menikah. Karena adik teman saya itu, yang belum menikah, nggak dibolehin untuk ikutan. Terus…

pegipegi
8) Tea Pai, kayaknya

“Iya tahu, kan, aku juga sering lihat ritual pernikahan kayak itu. Aku kan orang Tionghoa,” potong teman saya.

“Tapi setelah ritual adatnya selesai. Ada yang seru.”

“Apaan?”

Kan selanjutnya acara penerimaan tamu tuh yang pengantinnya lagi duduk di pelaminan. Setelah acaranya sudah menjelang akhir-akhir, akan ada kerusuhan. Akan ada orang bergerombol yang tiba-tiba datang seperti menyusup ke acaranya. Mereka memakai topeng, helm, masker dan apa pun agar mukanya gak kelihatan. Pakaiannya juga aneh, kadang baju dokter, baju badut, sarung, mukena, dianeh-anehin lah.

Mereka kemudian mengajak penonton atau tamu yang hadir untuk bergoyang. Tamu tersebut tak bisa menolak, karena akan ditarik dan dikelilingi. Tamu ini harus terus bergoyang selama mereka masih memantau dan mengitari. Saya juga jadi korban yang mereka tarik untuk berjoget waktu itu.

Kata neneknya teman saya, ada cara agar mereka mau membebaskan kita yang udah ditarik. Yaitu memberikan atau melemparkan uang selembaran minimal 10 ribu, biarkan mereka rebutan. Teman saya yang lain, yang nggak mau joget, melakukan hal ini. Dia mengeluarkan dompetnya, memilih uang 20 ribuan. Karena dia nggak mau melemparkannya, badan dia yang ditarik-tarik ke kiri dan ke kanan. Hingga akhirnya ada yang berhasil merebut uang 20 ribuan tersebut dari tangannya dan dia lolos. Namun, meski sudah lolos, dia harus menjaga jarak. Karena para penyusup tersebut bisa tiba-tiba muncul lagi dari belakang dan menarik dia lagi.

pegipegi
9) Tuh pelakunya yang pake helm, masker, jas hujan

Penyusup tersebut sebenarnya bukan orang asing. Bisa jadi tetangganya sendiri, teman sekolah yang barusan bertamu, satpam depan komplek, guru waktu SD, atau bisa juga kakak perempuannya sendiri. Entah siapa yang memulakannya, tapi acara nyusup-nyusupan dengan pakaian aneh tersebut sudah jadi budaya daerah setempat (Kapuas Kiri Hilir, Sintang) dan menambah kemeriahan serta keceriaan perayaan pernikahannya.

“Kalo di Singapura, budaya pernikahan adat Melayunya seperti apa?”
Teman saya menjelaskan kalo ritual acaranya hampir sama seperti yang saya ceritakan. Mempelai lelaki datang ke tempat acara bersama rombongan membawa hantaran, diiringi musik marawis, dan dihalang sampai adu pantun dulu. Terus ijab kabul dan duduk di pelaminan.

“Tapi aku lebih suka ke nikahan Melayu pas di sini dah, Haw.”

“Lah, emang kenapa?”

Teman saya melanjutkan bahwa acara pernikahan adat Melayu di Singapura itu menyenangkan untuknya. Ketika di tempat acaranya, mereka bebas mau duduk di mana sehingga bisa menyamperi teman lainnya. Di acara pernikahan keluarganya, dia mengaku kalo duduknya udah diatur sesuai nama dan kudu ikutin seluruh urutan acaranya selama dua jam. Duduk terus.

“Terus murah. Amplop yang dimasukin gak harus angka minimal yang ditentukan. $200. Ngasi $50 juga udah dianggap dermawan aku.”

“Itu sih kau saja yang pelit, elaaaahhh…”

Teman saya tertawa kencang di telepon. Dia juga menceritakan kalo ternyata di pernikahan adat Melayu di Singapura, tempat yang dipilih juga bukan hotel atau gedung mewah. Mereka, orang Melayu, menikahnya di area void deck. Di komplek rumah susun yang areanya emang luas seperti lobby terbuka dan lokasinya berada di tengah kota Singapura. Mudah diakses kendaraan umum dan parkirannya luas. Dia lalu melanjutkan kalo pernah nyasar pas ke acara nikahan yang di pulau terpencil. xD

“Kalo kau mau liat langsung pernikahan adat Melayu di Singapura mending langsung ke sini dah. Bulan November ini ada temenku lagi yang akan nikah,” ajaknya.

“Jauh, woi.”

“Apaan, deket pake pesawat, lebih murah juga dibanding tiket balik kampung kau. Cek aja tiket pesawat Singapore Airlines. Lihat di aplikasi atau web Pegipegi sekalian, di sana selalu ada promo kalo beli tiket pulang pergi.”

Saya udah tahu, sih. Udah beberapa kali juga pake Pegipegi saat mesen tiket pesawat ketika pulang kampung. Selain promo dan diskon yang sering muncul, tampilannya juga enak di mata, smooth, bahkan navigasinya juga lengkap. Saat pertama kali nyoba, nggak ada itu ngalami kebingungan dulu.

Merespon ajakan teman saya itu, saya lalu mengecek penerbangan Singapore Airlines promo, dari Jakarta ke Singapura. Menyesuaikan jadwal, bulan November tanggal 20 tahun 2019, dan klik cari tiket. Hasil yang muncul cukup banyak, tapi karena sudah saya atur dari yang paling murah, ya, jadi gampang nemu mana yang cocok sesuai dompet. Ternyata beneran, harganya dua kali lipat lebih murah kalo dibanding buat balik kampung.

pegipegi
10) Singapore Airlines booking

“Yaudah, insyaallah dah aku ke situ,” jawab saya.

“Oke, aku tunggu yak kedatangan kau di sini. Tapi bentar, tadi insyaallahnya, insyaallah iya atau insyaallah nggak, Haw?"

"...."


Sumber gambar:
https://id.wikipedia.org/wiki/Reklamasi_daratan_di_Singapura
Dokumentasi pribadi
Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Budaya Pernikahan Adat Melayu Di Singapura Seperti Apa? Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

8 komentar:

  1. Cerita bukit Kelam ini menarik banget!
    Antara ada orang sakti sama meteor, legenda rakyat jauh lebih menarik,sih.
    Aku baru tau loh ini, makasih kak infonya. Ah, jadi pengen mendaki bukit Kelam ini (kalo asepnya udah hilang) tapi agak kurang euforianya kalo naik tangga, ada pilihan pake tali kayak wall climbing gitu gak, ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Susah Wi pake tali. Udah bagus disediain tangga besi. Lebih safety. Kmau kalo mau ikutan panjat tebing, mending cari tebing yang banyak pijakannya dah. Ini bukit licin bet. Lagi pula, saat smapai puncak, pemandangan yg akan kita dapatkan ya kebun sawit~ sawit dan sawit.

      Hapus
  2. Kalau dengar dari cerita temanku, tiket pesawat ke Singapura memang suka lebih murah ketimbang daerah Indonesia kayak Kalimantan atau Sulawesi. Tapi biasanya pulangnya bakalan mahal. Wahaha.

    Itu fotomu culun betul anjir. Berasa banget aura nerd atau geek-nya. XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahahaha... makanya harus memanfatakan web online yg jual tiket paling murah, Yog. setidaknya web ini emang termasuk yang disaranin temen2 lainnya sih kalo mau nyari tiket pesawat. dibanding yg lain, bisa sampai 100 ribu lebih murah.

      njirrr... ahahahaha. Udah berusaha keren itu, tapi takdir tak sampai. xD

      Hapus
  3. Lo Maria? Gue Firman. (Iya, maaf, joke jadulnya dipake lagi)

    Akhirnya setelah Haw ngecengin gue yang dapat Pegipegi mulu, sekarang dia yang dapet. Semoga ke depannya lo bisa ngecengin gue dapet helikopter ya. Hahahaha. Btw makasih buat info adat/budaya di Kapuas itu, bermanfaat sekali, Haw (emot senyum)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untung dulu mainnya ke gua maria, bukan yg gua monyet... :(

      Bukan ngecengin woi, nanyain, kenapa bisa terus2an menjalin kerja sama. xD dibilang kalo saya juga pengin.

      Hapus
    2. Gue pikir lu ngecengin gue hahahaha

      Hapus
    3. Anjeeerrr... jelas2 saya nanyain caranya. Kenapa bisa dapet sampe dua kali padahal ketentuan awal pas daftar itu ketulis "... untuk yang belom pernah kerjasama sebelumnya".

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~