Benarkah Kita Harus Mandi Setelah Melayat?

Assalamu’alaikum…

Kembali lagi kita mengulas tentang mitos. Mungkin bagi beberapa orang, membahas mitos atau hal mistis merupakan kesia-siaan. Memelihara kebodohan, karena mitos dianggap sebagai petuah yang nggak berdasar. Orang-orang di zaman dulu dianggap asal sebut saja untuk mengatasi suatu permasalahan. Ditambah lagi, kemajuan teknologi sekarang sudah sangat pesat. Masa harus percaya dengan hal-hal yang nggak jelas.
melayat
1) Logika Mitos

Padahal, karena nggak jelas itu lah, makanya kita harus menggalinya lebih dalam lagi, benar atau nggak. Bukan malah pergi meninggalkan. Kemajuan teknologi memang memudahkan segalanya, ya. Termasuk memudahkan orang-orang untuk memilih pergi saat hubungannya nggak jelas. Bukannya meminta kejelasan dan penjelasan.
Jangan sampai Tuhan menepuk dahi. Dia mendekatkan kalian agar berpasangan dan terus bersama, eh, kalian malah sama-sama mendoakan agar dapat pasangannya masing-masing.

Salah satu hal yang masih dianggap sebagai mitos nggak jelas adalah ketika ada orang yang meninggal dan kita ikutan melayat. Tiap pulang dari melayat, orang tua kita biasanya menyarankan atau menyuruh untuk mandi, sekalian mengganti baju. Katanya, jika kita tidak mandi setelah melihat orang meninggal, malamnya kita akan diikuti oleh arwah. Sehingga mendatangkan kesialan, sakit, atau sawan.

Apakah ada antrian pembagian “makhluk” saat kita melayat?
Sehingga kalo semua orang yang melayat nggak mandi, bakal dapat satu orang satu “makhluk tempelan”? Nggak, dong. Berarti itu cuma akal-akalan orang zaman dulu saja, kan? Nggak juga. Mitos cara kerjanya bukan seperti itu. Walo dirasa aneh, tapi semua mitos bertujuan untuk kebaikan. Sama seperti mitos “kalo nyapu nggak bersih, bakal dapat suami brewokan”.

Bukan berarti tiap lelaki brewokan akan langsung melamar. Melainkan ada proses yang susah dimengerti oleh tingkat pengetahuan di masa itu, tapi memberikan output yang selalu sama. Persoalannya adalah “nyapu nggak bersih”, hasilnya “suami brewokan”.


melayat
2) Mandi setelah melayat

Kalo dalam perintah sederhana, seperti “jangan main api! Nanti kebakaran”, itu persoalannya adalah main api dan hasilnya kebakaran. Jika dijabarkan dalam model hitung-hitungan, jadinya:

main api = 1+1
Nanti kebakaran = 2
Sehingga saat mendengar perintah tersebut, kita otomatis langsung mengalkulasikannya, 1+1=2.

Simple, tapi dalam mitos, model hitungannya nggak begitu. Melainkan,

Nyapu nggak bersih = 1 + 1 + M
Suami brewokan = 3

Ada nilai M (misteri) di situ yang membuat kita tidak bisa terima kalo nilainya akan menghasilkan angka 3. Kalo M-nya bernilai 7, kan hasilnya jadi 9, nggak boleh tetap 3, dong. Namun, dalam teori mitos, hasilnya selalu 3. Nggak bisa diterima, kan, kalo nggak jelas gini proses itungannya?


Ternyata, orang di zaman dulu itu nggak suka ama orang yang brewokan karena pemalas. Nggak suka merawat diri dan nggak suka berberes-beres. Berarti di masa lalu, tren calon pengantin idaman itu “yang rajin”. Orang yang nyapu nggak bersih berarti pemalas juga. Ngurus diri sendiri saja nggak mau, apalagi ngurus orang lain. Kalo orang di zaman dulu maunya cuma ama yang rajin, berarti yang mau ama yang malas siapa? Yang brewokan tadi.

Ternyata nilai M-nya harus melewati proses yang panjang. Brewokan itu hanya perlambangan doang, intinya tentang kemalasan atau menyusahkan.

1+1+M = 1+1+(9:3-2+1+3+7-5-4)=1+1+(1) = 3

Untuk itulah, kenapa kita harus mencari kejelasan tentang M tersebut
Di zaman dulu, ilmu pengetahuan belum begitu merata, sehingga untuk menjelaskan sesuatunya, orang hanya mengira-ngira. Mereka hanya tahu awalnya bagaimana dan akhirnya bagaimana. Dalam kasus melayat tadi, orang dulu tahunya, sepulang melayat nggak mandi, lalu di hari berikutnya dia mendadak sakit.

Karena mendadak, ya, berarti itu hal yang mistis. Yasudah, anggap saja diikuti oleh makhluk gaib. Hal tersebut akan semakin diiyakan oleh banyak orang jika sebelumnya mereka pernah melihat orang dengan sakit yang serupa, dan orang pintar (dukun) yang menanganinya bilang itu akibat hal gaib. Namun, karena kali ini kita mau mencari logika dari mitos tersebut, hal-hal gaib perlu kita singkirkan.


Persoalannya tadi berarti “nggak mandi sepulang melayat” dan “jadi sakit”, ya, disebut ketempelan karena orangnya jadi mendadak sakit, kan. Hubungannya:

Ada yang meninggal-->melayat-->tidak mandi-->sakit

Sakit karena nggak mandi, nggak bersih-bersih tubuh, itu bisa terjadi kalo kita terkena kontak langsung dengan hal yang membawa bibit penyakit, tertular atau terinfeksi. Padahal, kan, kita hanya melayat atau mendatangi tempat orang yang meninggal. Apa yang kotor, menginfeksi dan dapat menularkan sesuatu di sana?

Ternyata, tubuh orang yang sudah meninggal itu cukup berbahaya
Pembusukan intinya, yang menyebabkan tubuh mengeluarkan cairan, gas, dan bisa mengundang mikroorganisme yang membantu proses penguraian. Yang namanya pembusukan, sudah pasti nggak jauh-jauh dari kuman, bakteri dan virus. Lalu, makhluk-makhluk mikro itu bisa mencemari udara sekitar.


melayat
3) Kuman, Virus, Bakteri berbahaya

Udara yang membawa kuman, bakteri dan virus tadi tentunya juga akan terpapar dengan orang-orang yang datang melayat. Bisa menempel di rambut, muka, kulit tangan, baju, atau celana. Sepulangnya, kalo orang yang datang melayat tidak membersihkan tubuhnya, tidak mengganti pakaiannya, tentu saja makhluk-makhluk mikro tersebut akan terus menempel. Semakin besarlah peluang terinfeksi makhluk tadi dan mengakibatkan tubuh jadi sakit.

Tentu saja kuman, bakteri, atau virus yang mencemari, tidak semuanya berbahaya dan menyebabkan sakit. Namun, kalo jumlahnya banyak dan terus-terusan menginfeksi tubuh, ya, ketahanan tubuh juga akan menurun. Terlebih lagi, kalo mayatnya memiliki penyakit sebelumnya. Jadi, bukankah hal yang benar kalo kita mandi dan mengganti baju setelah melayat?

Tubuh orang mati memang berbahaya, begitu pun hati
Sama bahayanya. Orang yang hatinya mati juga bisa membuat kita menjadi sakit. Dia nggak peduli dengan kita, yang penting dirinya bahagia. Untuk itu, setelah berurusan dengan orang yang hatinya mati, kita juga harus bersih-bersih diri.

Yang dulu perasaannya mati juga bahaya, sih. Mantan lah istilahnya. Dia pergi karena sudah nggak ada perasaan lagi. Perasaannya udah mati terhadap kita. Sehingga, kalo kita bertemu atau habis dihubungi lagi oleh dia yang perasaannya udah mati itu, sebaiknya langsung bersih-bersih diri. Hapus dan lupakan semua sapaan dan perkataannya. Memang, tidak semua sapaannya berbahaya, tapi kalo terus diingat, sering disapa, hubungan baru yang sudah kita jalani akan menjadi sakit. Berantem mulu.


Sumber gambar:
1) https://github.com/diegozea/MIToS.jl
2) https://www.popular-world.com/groove/health/mandi-air-dingin-lebih-banyak-manfaatnya--65859/
3) http://sainsgen.blogspot.com/2014/12/bakteri-jahat.html
Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Benarkah Kita Harus Mandi Setelah Melayat? Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

20 komentar:

  1. Mungkin kalo gak mandi nanti tubuh bisa bau tanah. Dan bau tanah menurut orang-orang itu artinya udah tua, dan kalo udah tua bisa cepet mati. Bau tanah = Cepet Mati.

    Gimana, mantap gak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa, bang, bisa. Tapi abang lagi ngomongin tentang apa ya?

      Hapus
    2. Lagi ngomongin deodoran kayaknya.

      Hapus
    3. Kirain lagi ngomongin peluang MU masuk final...

      Hapus
    4. Jangan gini dong mainnya.

      Hapus
    5. Nggak bener ya Bang mainnya? Maaf. Kalo mainnya bener, takut masuk final, Bang. :'(

      Hapus
  2. Enggak semua yang pergi itu alasannya karena enggak punya perasaan lagi, Haw. Ada juga karena emang lagi ada urusan. Nanti balik lagi.

    Oke, sip.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waiya. Salah nyusun kata saya. Kan ada yg pergi karna nggak mau mengganggu kan ya. Padahal cinta banget.

      Yamaksudnya, pergi karna hatinya mati lah. Yg begitulah pokoknya. xD

      Kalo pergi dan balik lagi harusnya ngasi pesan "...tapi kau jangan nakal~"

      Atau "..asalkan engkau tetap..menanti~"

      Hapus
    2. Tet! Ini lagunya Pasto, judulnya Bandeng Pasto!

      Hapus
    3. Bandeng bisa yak... kirain kopi doang yang bisa dipasto.

      Hapus
  3. Mitos yang saya denger bukan mandi, melainkan berwudu.

    Saya lumayan sering mikir soal pergi tanpa penjelasan itu (oh, tentu saya pernah jadi pelakunya) karena dihantui rasa bersalah melulu. Tapi seandainya saya menjelaskan ke si cewek: "aku tidak mencintaimu lagi", "aku enggak yakin nikah sama kamu", "aku sempet ketemu orang baru terus selingkuh, meskipun kami berhenti kontakan lagi dan aku nyesel, tetep aja aku udah bohongin kamu", "aku capek LDR-an", atau apa pun itulah, kira-kira bakal mengurangi atau menambah rasa sakitnya?

    Pada akhirnya, orang yang pergi maupun ditinggalkan sedikit atau banyak bakal tetap merasakan sakit. Hm, intinya sama aja, bukan? Seenggaknya bagi saya.

    PS: Itu kalimat yang tadi semua seandainya, ya. Contoh. Hanya contoh.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo wudu itu mah bukan mitos, Yog, ITU ADA HADISNYAAAA... malah bagi yg memandikan mayit, sunnah hukumnya mandi pas pulang. Kenapa Nabi menyunnahkan itu? kemungkinannya karena khawatir penularan kuman itu.


      seolah saya percaya itu hanya contoh. nggak akan!!!


      yang namanya perpisahan tentu menyakiti, tapi saat pergi hilang begitu saja, yang jadi titil poinnya adalah, ketidakjelasan untuk melanjutan apa. kalo dikatakan kenapa pergi, ya, sakit, tapi tau kan kalo sudah tidak diingini lagi. Kalo hilang begitu saja, nanti jadi..... lagunya Melly Goelaw - Gantung.

      Btw, padahal saya ngebahasnya ttg ketemu atau dihubungi mantan lagi dah dan harus bersikap bagaimana, jadinya malah fokus ke perginya yak... kita para lelaki ini memang... ... xD

      Hapus
    2. Itu ngetiknya betulan ngasal. Percaya atau enggak bebas, sih. Wqwqwq.

      Itu karena saya fokus ke kalimat "memilih pergi saat hubungannya enggak jelas" dan emang mau bertanya aja. Haha.

      Iya sih, walaupun kata-kata itu bakal membunuh, mending sampaikan sebaik-baiknya, sejujur-jujurnya, dan jangan buat orang itu menunggu. Kalo kasus saya, ceweknya udah tau kenapa saya memilih pergi. Dianya mungkin masih mau bertahan--karena entah kenapa beberapa kali ngajak ketemuan. Mungkin ingin meminta penjelasan lebih atau meminta kembali lagi. Saya udah enggak mau ketemu. Hadeh, bisa-bisanya sempet menjadi seorang pengecut.

      Sial. Kelepasan.

      Hapus
    3. adohai.... Ini kok kisahnya :(.

      Saya pernah juga dikasi tau ama temen kuliah, katanya, mengatakan putus itu bisa menyakiti dan klo cowok yg mutusin, lanjutnya dia, bakal kayak jadi cowok yg kejam, Karena nggak mau, dia ngilang, nggak peduli lah pokoknya, sehingga ceweknya yang minta putus. Ya, keputusan org yak. terserah dia lah ya.

      tapi yg perlu jadi data, apa saat memutuskan untuk hilang atau pergi itu, perasaan suka cinta dan sejenisnya udah nggak ada alias mati?

      Hapus
    4. Enggak mati atau bener-bener hilang perasaannya.
      Masih ada tapi tidak diprioritaskan.
      karena mantan itu ada tempatnya tersendiri, walaupun hubungannya sudah kandas.:)

      Hapus
    5. Hmmm... mungkin harusnya kutulis "hubungan dengannya sudah mati". Ini dari atas protes semua klo prasaannya gak mati. Iya sih, tapi hubungannya udah selesai, kalo sampe berkikisan lagi, ya hubungan barunya yang terancam. Bentar... itu kenapa ada tempat2nya teratur rapi begitu? demen amat nimbun hal yg sudah usang. Nggak tersinggung apa itu orang spesialnya ditempatkan di rumah yg sama walo kamarnya berbeda?

      Hapus
  4. Maap ya aku kolektor barang antik, karena barang yg udah usang itu seringkali bernilai tinggi. wkwk
    Enggak. karena di awal sudah dikasih pengertian.
    Kalo emang dia sayang dengan orang tersebut, dia akan menerima bagaimanapun masalalunya. kalo enggak yaudah pergi aja..

    BalasHapus
    Balasan
    1. ...atau jadi media tempat hantu bersarang.

      Kan bukan itu poinnya, seseorang memang harus bisa menerima semua masa lalu orang yang disayangi, kan. Permasalahannya, bagaimana jika orang yang disayangi itu malah tetap manyayangi masa lalunya?

      Serumah, punya banyak kamar. yang spesial diletakkan di kamar sendiri. Lalu apa yg dipikirkan orang spesial itu saat tau kalo yg biasa bersamanya sedang memeriksa kamar-kamar lainnya?

      tapi ya bodo amat lah, ya, mungkin ingin membuat cerita rumah yang rumit penuh intrik dan drama.

      Hapus
  5. Bagaimana anda bisa menyimpulkan sendiri bahwa orang yg disayangi akan lebih menyanyangi masalalunya? Dengan berjalannya waktu.. semua akan sesuai pada porsinya. termasuk untuk orang yg akan selalu disampingnya pasti mendapatkan porsi yang lebih atau menjadi Prioritas utama.

    Analoginya ga serumit itu sih.
    btw, sebenernya Sumber masalah kehidupan itu terletak pada pikiran. mengapa kita memilih memikirkan hal yang negatif jika ada pilihan untuk berpikir positif?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang bilang lebih siapa? Kan bagaimana kalo masih? Kalo nggak, ya udah, tinggal urusan keduanya saja, bagaimana yg masih berhubungan dgn masa lalu, meyakinkan orang yg saat ini menemani bahwa semuanya biasa saja. Dan itu bukan urusan saya. Saya hanya memberikan fenomena yg paling sering terjadi saja.

      Yang di atasnya lagi, harus menyadari dulu, mana yang disebut positif, mana negatif, dan mana yang analitik. Seperti ttg hujan. apakah orang yg membawa payung padahal tidak mendung dianggap orang yang berpikir negatif? semacam itu.

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~