Masih Mau Buka Usaha Setelah Baca Cerita Ini?

Assalamu’alaikum...


Dalam menjalankan dunia perkuliahan, selain mencari ilmu, mengasah skill, berorganisasi, ngejar-ngejar dosen, nyari gebetan, atau numpang toilet kampus buat mandi, kita juga dituntut untuk tetap hidup sejahtera. Wabil khusus mahasiswa rantau, agar tidak sengsara dalam menempuh pendidikan di kesehariannya. Seperti kita tau, kebanyakan orang yang merantau mengandalkan biaya kiriman dari orang tua. Kiriman tersebut biasanya terjadi di awal bulan, namun jika di awal bulan tidak terdapat kiriman, tenang saja, di akhir bulan juga belum tentu ada kok. *miris*

Sebagai mahasiswa rantau, saya juga merasakan hal tersebut, tapi bukan tiap bulan kiriman datang, tapi tiap awal semester, itu pun saya yang jemput. *nangis dulu ah* Iya, saya ga punya jadwal tetap pengiriman. Kalo ada kiriman di bulan tertentu biasanya bukan untuk keperluan saya, melainkan pesanan untuk dibelikan sesuatu, semisal obat atau hal yang lain. Terus bagaimana saya menjalani hari agar tetap sejahtera? Itu pertanyaan bukan dari anak kuliahan. Karena kalo sudah merasakan dunia perkuliahan, pasti bakal tau trik umum anak kost-an.

Salah satu trik anak kost-an dalam menjalani hari atau memenuhi kebutuhan hari-hari adalah mencari teman sebanyak-banyaknya. Apalagi kalo tanggal lahirnya beda, beuh. Cara lainnya lagi, mengerjakan tugas bersama di rumah temen (bukan kost-an atau apapun) dan ramah-tamahlah. Cara lainnya lagi tentu dengan cara yang lebih mahasiswawi, mengadakan kegiatan kampus. Dalam kegiatan tersebut ada rapat, ada persiapan, ada pelaksanaan yang di setiap prosesnya terdapat sesi makan-makan. Bahkan ada sisa dana kegiatannya lagi, yang bisa dibuat makan-makan lagi. *mahasiswa memang kreatif*

Tapi kali ini saya tidak akan membahas lebih dalam tentang trik anak kost-an yang berfokus pada pemenuhan kebutuhan, melainkan bagaimana mendapatkan pemasukan yang berupa uang. Mungkin dalam hal konsumsi, mahasiswa bisa melakukan berbagai trik menakjubkan, tapi bagaimana agar mendapatkan penghasilan?

Mahasiswa juga mempunyai banyak cara untuk mendapatkan penghasilan, mulai dari cara mahasiswa sampai cara bisnisman muda. Cara mahasiswa adalah suatu cara memperoleh penghasilan dengan memberikan kontribusi kemampuannya kepada orang lain. Jual skill atau kepintaran lah istilahnya. Kebanyakan cara ini berupa memberikan les atau bimbingan belajar kepada siswa. Saya pernah melakukan cara tersebut, hasilnya.... bukan uang, tapi menginap gratis selama 1 tahun. *saya ngelesin anak tante saya...hehehehe*

Selain cara tersebut, dalam memenuhi kebutuhan mahasiswa, saya juga pernah melakukan beberapa usaha/bisnis. Usaha ini bermula bukan karena keperluan penghasilan yang mendadak, melainkan karena tugas kuliah “Manajemen Pengelolaan Usaha”. Iya, anehkan, saya kuliah di jurusan arsitektur tapi kuliahnya manajemen, tapi masa bodo lah. Syarat lulus di perkuliahan ini, mahasiswa diharuskan membuka usaha yang berhubungan dengan arsitektur. *nyari usaha bebas saja susah, malah dikhususkan* Begitu pikir kami sekelas dulu.

Teman-teman saya di jurusan lain yang pernah membuka usaha sering menganjurkan jangan buka usaha kalo cuma buat coba-coba. Hasilnya bisa berupa kerugian yang sangat besar. Usaha teman saya ini bangkrut di bulan pertama, dia coba lagi usaha yang lain, gagal lagi, coba lagi, gagal lagi dan tiap ada teman yang mengajaknya buka usaha lagi dia bakal mereview usahanya sebelumnya, kegagalannya dan dia tutup ceritanya dengan kalimat, “Masih mau buka usaha setelah dengar cerita ini?”

Mendengar cerita teman saya tersebut, saya sedikit khawatir, usaha apa yang harus saya buka agar tidak gagal atau kalo pun gagal minimal ga rugi banyak lah. Saya cari info di perpustakaan, cari buku di rak bagian ‘Wira Usaha’. Setelah banyak yang saya baca, saya terpikirkan membuat tirai pintu dengan model yang unik serta lampu hias. Alasannya karena pembuatannya mudah, modalnya juga kecil dan berhubungan dengan arsitektur, interior.

Kenapa saya tidak membuka jasa desain rumah saja yang jelas berhubungan dengan arsitektur? Mencari konsumen yang percaya pada mahasiswa semester 3 untuk merancang rumah itu sulit lho, apalagi belum punya CV. Akhirnya saya dan kelompok saya memutuskan membuat tirai pintu dan lampu hias tersebut dan semua pekerjaannya dengan cara handmade.

Proses pembuatannya mudah, hanya masalah waktu yang menyulitkan. Arsitektur itu kuliahnya bisa full senin-jumat jam 7 pagi sampe jam 5 sore. Belum lagi tugas merancang, alhasil, weekend kami harus digunakan untuk  usaha ini. Mendapatkan bahannya ternyata tidak bisa dibilang mudah, bahan pembuatan lampu hias diantaranya adalah bambu. Mendapatkan bambu di wilayah perkotaan yang dijual satuan itu sulitnya minta ampun.

Kelebihan usaha kami ini adalah belum ada yang menjual lampu hias, handmade, dan unik di wilayah kami. Untuk tirai, seiring berjalannya waktu, produknya tidak jadi diterbitkan. Membuat lampu hiasnya saja sudah memakan banyak waktu, padahal kami berenam. Setelah semua siap dipasarkan, pihak kampus mengadakan pameran usaha dalam rangka Dies Natalis Kampus. Di kegiatan itulah produk kami mulai dikenal, dan laku....satu buah, dan tak pernah laku lagi sampai akhir semester. Padahal sudah susah-susah dibuat malah ga ada yang laku lagi. Saat itu saya berpikir, “Masih maukah saya buka usaha setelah mengalami cerita ini?”

Di awal semester baru, ada program mahasiswa wirausaha yang diadakan oleh kampus yang bekerja sama dengan salah satu Bank di Indonesia. Kami mencoba peruntungan usaha lampu kami di sana. Setelah banyak modal yang kami keluarkan, tentunya kami nggak terima dengan hasil kemarin. Dengan perbaikan produk, pengemasan yang lebih menarik dan teknik pemasaran yang baru kami mengajukan proposal. Alhasil, kami diterima untuk mengembangkan usaha, yang artinya kami akan mendapatkan bantuan dana yang tentunya dipantau selama setahun.

Kalo sebelumnya kami memproduksi barang dan memasarkan, kali ini kami membuat contoh barangnya saja, mendokumentasikan dan memasarkannya melalui media sosial dan media pamflet, setelah ada orderan, baru kami melakukan produksi (pre-order istilahnya). Hasilnya, bisa disebut lumayan. Terdapat pesanan dari berbagai kalangan, wilayah bahkan ada yang menawarkan reseller. Tapi setelah 4 bulan bergelimang pemesan, bulan berikutnya mulai berantakan. Waktu produksi yang tidak bisa dilakukan terkendala tugas yang sangat banyak menyebabkan usaha ini tidak berjalan, dan tak pernah ada pemesan lagi. “Sampai tahap ini, masih maukah saya buka usaha lagi?”

Usaha lampu hias berjalan hanya sebagai papan nama saja yang menunggu diturunkan karena masih terikat pantauan kampus. Setelah tugas sedikit berkurang, kami melakukan pemasaran lagi, kami membuat produk baru yaitu plakat lampu hias. Konsepnya, plakat tidak hanya menjadi kenangan pernah bersinar, tapi  juga menjadi bukti tetap bersinar dan memberi sinar. Pihak sekolahan negeri tingkat SMA langsung memesan 8 buah untuk acara mereka dan usaha kami mulai bersinar lagi. Setelah semua selesai, produk selesai, dan acara selesai, pembayarannya malah tak pernah selesai. Kesalahan terbesar dalam perjanjian tersebut adalah persetujuan melalui pembicaraan bukan melalui tulisan yang bisa menjadi bukti. Usaha kami redup lagi, dan tak pernah bersinar lagi sampai papannya diturunkan. “Masih mau buka usaha setelah baca cerita ini?”

Usaha lampu berhenti, tapi nggak rugi lho, karena dana dari kampus yang kami peroleh bisa dikatakan lumayan. Kami membeli printer A3 dari hasil tersebut. Adanya printer ini dan kenalan senior yang sedang tugas akhir serta perusahaan yang ditemui saat menawarkan produk lampu hias, kami mencoba usaha pembuatan maket.

Membuat maket tidak bisa dibilang gampang, dibilang susah pun nggak. Tergantung desain gambar acuannya. Kalo detailnya susah, maketnya juga susah. Skalanya juga, kalo kecil dan ribet, ya semakin susah. Tapi usaha ini berjalan lancar, karena setiap maket satu selesai selalu ada permintaan maket yang lain. Termasuk permintaan dari senior tugas akhir dan perusahaan. Tapi yang namanya arsitek, tak ada hari tanpa tugas segunung. Karena tugas yang mulai berdatangan, kami mulai menolak permintaan, hanya sesekali saja kami terima.

hawadis howhaw
SalahSatuProdukMaket
#maaf, dokumentasi lampu hiasnya hilang karena kerusakan disk, jadi ga ada fotonya

Tapi usaha ini juga tidak berlangsung lama, cekcok dalam kelompok, bagi hasil yang dianggap kurang sesuai dan hal lain-lain menyebabkan perpecahan. Kami mulai berjalan sendiri-sendiri dalam memperoleh penghasilan, tentunya bukan usaha yang besar yang memerlukan orang lain. Freelancer, menawarkan jasa desain kepada klien.

Pada akhirnya saya tidak melanjutkan berbisnis yang mencakup perdagangan, tapi usaha freelance, penghasilannya ya tergantung usaha saya, kalo bagus dan rajin hasilnya juga besar, begitupun sebaliknya. Penghasilannya masih seperti bisnis sebelumnya, tergantung usaha. Usaha ini bisa saya laksanakan karena memperoleh klien. Klien tersebut saya kenal saat kami membuka usaha maket. Usaha maket tersebut bisa tercipta karena kami memilki printer A3 yang didapat dari penghasilan usaha lampu hias. Membuka usaha artinya membuka kesempatan usaha lainnya menghampiri serta membuka koneksi dan menciptakan jaringan. Tapi sekarang saya juga mencoba bisnis lain lho, diajakin temen, desain gerobak sekaligus pengadaannya yang bekerja sama dengan pengrajin kayu.

hawadis howhaw
ContohDesainGerobak

Selama melakukan proses usaha/bisnis, saya belajar, inovasi dalam berbisnis tidak harus dilakukan di awal usaha, melainkan juga bisa dilakukan saat sudah menjalani usaha. Misalnya usaha lampu hias tadi, kami tidak membuat inovasi di awal, kami hanya mencontoh usaha ditempat lain. Namun dalam perjalanannya, kami membuat beberapa inovasi, mulai dari konsep produksi sampai teknik pemasaran yang disebabkan kegagalan-kegagalan sebelumnya.

Jadi, jangan takut untuk memulai usaha karena belum memiliki inovasi. Karena dalam berbisnis, bukan inovasi yang paling penting, tapi kemauan, kesabaran dan keuletan. Lagian berbisnis itu lebih bagus dibandingkan menjadi pegawai. Berbisnis, terutama perdagangan, penghasilannya memang tidak tetap, kadang tinggi kadang rendah, tergantung usaha kita, usaha tinggi hasilnya tinggi begitupun sebaliknya, ini yang bikin rajin. Tapi pegawai, mau usahanya besar atau kecil, penghasilannya ya tetap segitu saja, makanya banyak yang males.

Jadi, masih mau membuka usaha setelah baca cerita ini?

Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Masih Mau Buka Usaha Setelah Baca Cerita Ini? Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

6 komentar:

  1. kerend jg ya bisnisnya, meski menemui kegagalan keep semangat dan don't putus asa :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya..... ga bakal putus asa kok, karena kalo putus, move on nya susah.....

      Hapus
  2. wah. tetep bangkit gitu ya, walau udah banyak kegagalan. hehe. keren abis. idenya juga bagus dan unik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya.... 'gagal' aja suku katanya diulang. Ga Ga L. Dia harus mengulang Ga hingga ketemu L. Sama kayak usaha, kita harus mengulang lagi agar bisa berhasil.....

      Hapus
  3. semangat pantang menyerahnya keren, bisa jadi contoh buat gua juga nih dalam membuka usaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga usahanya sukses gan.... walaupun gagal, seenggaknya buatlah kegagalan yang baik...

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~