Cerbung: Persil 3 - Dribel Wira

Cerita sebelumnya...


Gue bingung ama cerita bersambung ini. Kenapa pas bagian gue, judulnya malah kayak goyangan Duo Serigala gini, sih? Mentang-mentang di narasi depan gue diceritain sebagai kapten olahraga basket yang ada teknik dribelnya. Nggak perlu dipaksain gini juga kali.

Kalo mengingat tentang Adit, dia teman yang paling tampan di antara kami. Dari nama-nama kami aja, nama Adit yang keliatan keren. Ini yang bikin cerita pasti juga iri, makanya tokoh Adit dibikin mati. Iya, kan, Haw?

Semasa sekolah, Adit itu sering banget ngemodusin cewek-cewek dengan gambar-gambarnya. Jadi, muka cewek-cewek itu dilukis di kertas, trus kertasnya dikasih pigura buat dipajang di dinding. Jadiin hadiah, ceweknya seneng. Tapi begonya Adit itu, dia cuma modus doang, padahal kalo mau, dia bisa jadiin cewek itu pacar. Semuanya malah. Kayak gue.

Emang, sih, selama SMA kami udah sepakat buat nggak pacaran dulu, solidaritas dan mengutamakan kebersamaan. Tapi selepas SMA, kan, bisa. Punya bakat menarik perhatian cewek, kok, nggak dimanfaatkan? Ini nggak apa-apa, nih, ngomongin tokoh yang udah mati?

Tapi, karena Adit gue sadar. Gue kan punya sifat playboy. Yoi. Kapten basket gituh. Tiap ada cewek yang cantik, tinggal pasang aja wajah kapten yang perhatian, itu cewek-cewek pasti melting. Dan kebanyakan, cewek-cewek ini juga nggak keberatan jika menjadi pacar yang ke sekian. Bahkan itu jadi permohonannnya, “Jadikan aku pacarmu, Wir, biar ketiga sekali pun.”

“Kayak gitu, Dit, jadi elu nggak pernah sendirian saat pacar lu yang satunya lagi sibuk,” ucap gue pada Adit suatu ketika.

“Jika elu laper dan lupa bawa uang, tinggal hubungi cewek ini, kenyang lu,“ kata gue lagi sambil menunjukkan foto perempuan, “kata orang, ya, Dit, punya pasangan itu merupakan kebahagiaan. Dan jika kamu punya sepuluh pasangan, berarti kebahagiaanmu menjadi sepuluh kali lipat,” lanjutku.

“Elu bisa ngitung nggak, sih, Wir?” tanyanya. Sebelum gue jawab, dia melanjutkan ucapannya, “Seberapa banyak sampah yang elu miliki, namanya tetap aja sampah. Dan perempuan yang mau dijadikan pacar ke sekian, itu kurang sampah apa lagi?”

Gue terdiam.

****
“Trus, elu yakin Tuhan itu ada?” tanya Liyan.

“Tentu.”

“Yakin juga kalo Tuhan yang mengendalikan dan menciptakan segala hal?”

“Pastinya.”

“Tuhan Maha Penyayang, Maha mengampuni dan menyukai keindahan?”

“Yang aku pelajari begitu.”

“Lalu, kalo Tuhan menyukai keindahan, kenapa dia menciptakan bencana yang menghancurkan? Menciptakan kejahatan yang menimbulkan pembunuhan?” tanya Liyan dengan intonasi yang meninggi.

Aku berusaha menjawab sekenanya. Tapi, tiap jawaban yang kuberikan, dia akan menanyakan hal yang berkaitan dengan keberadaan Tuhan, lagi dan lagi. Hingga gue tidak bisa menjawab pertanyaannya. Ini yang gue ceritakan kepada teman-teman saat melakukan perundingan.

Bicara tentang balas dendam untuk membuat sakit hati, mungkin di antara kalian akan berpikir kalo kami nantinya akan jatuh cinta sungguhan pada Liyan. Lalu kami saling rebutan, berantem. Mirip seperti sinetron di televisi. Tapi maaf, ini nggak akan mengarah ke sana. Kami sudah mempertimbangkan kemungkinan tersebut dan kami lebih mementingkan pembalasan.

Hari ini, gue akan bertemu lagi dengan Liyan. Menyebalkan. Kalo bukan karena kesolidaritasan untuk membalas kematian Adit, gue nggak mau ngedeketin ini cewek. Ribet. Pertanyaannya seputaran keberadaan Tuhan. Padahal Tuhan menciptakan kita untuk menjalani kehidupan, kan? Ngapain perlu dipertanyakan segala. Kayak orang yang nggak pernah bersyukur aja. Mendingan main basket, tubuh yang terus bergerak terutama dalam permainan olahraga, bisa menjauhkan segala kepenatan di kepala.

“Jadi gimana kemarin, Yo?” tanya gue.

“Kayaknya kita salah, deh. Kalo menurut cerita Liyan, mereka nggak ada berantemnya, jadi nggak ada alasan buat Adit bunuh diri.”

“Kan memang bukan karena berantem, tapi di-PHP-in. Udah cinta, mendamba, diberi harap, tapi tak mau menerima. Itu,” terang Hadi.

“Iya tahu. Tapi, dari cerita Liyan, gue tahu kalo Liyan juga mencintai Adit. Lagian, satu hari setelah kematian Adit, itu mestinya mereka ketemuan.
Membahas entah apa yang bisa membuat mereka akan terus bersama. Intinya, di hari itu, mereka akan jadian,” jelas Aryo.

“Apa jangan-jangan Liyan berbohong dalam ceritanya?” gue menduga-duga.

Semua mengerutkan dahi. Kemungkinan itu cukup besar. Lagi pula, siapa yang mau menceritakan dirinya adalah seorang pemberi harapan palsu pada orang lain yang mendekatinya. Kami memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak lagi, apa benar Liyan berbohong dalam ceritanya? Jika salah, lalu apa yang menyebabkan Adit bunuh diri? Padahal menurut keluarganya saja dia terlihat seperti biasanya, ceria. Tentunya, kalo bunuh diri dengan alasan lagi senang itu belum ada, kan?

****
“Coba aja lu pikir, Tuhan bisa membolakkan hati manusia, Dia menginginkan manusia saling mengasihi, tapi orang jahat juga Dia ciptakan. Sehingga yang terjadi malah bunhuh-bunuhan. Terus, Dia memberi penjelasan, yang jahat akan masuk neraka, yang tetap baik akan diberi surga. Kenapa repot-repot menciptakan neraka kalo Dia bisa membuat semua orang menjadi baik? Apa jangan-jangan Tuhan sedang taruhan dengan penduduk langit lainnya? Menjadi bandar dan mempersilakan makhluk langit memasang taruhan pada angka tertentu. ‘Tahun ini berapa orang yang meninggal dalam keadaan tetap jahat dan masuk neraka?’ begitu, kah?” ungkap Liyan saat kami sudah selesai dengan pembicaraan basket dan olahraga, yang malah berujung pada tema ketuhanan. Lagi.

Gue protes dalam hati. Ini kenapa bagian gue malah banyak membahas tentang ketuhanannya? Gue itu kapten tim basket, coba dibikin tentang serunya pertandingan, menjaga pola makan dan menjaga istirahat, gitu. Atau nggak, diceritakan kehebatan gue saat mendribel bola ke kiri kenan dan melemparkan bola tiga poin atau pas slamdunk. Kan keren.

Ini malah tentang keberadaan Tuhan. Tentang alasan surga dan neraka. Pemahaman gue tentang agama belum dalem-dalem amat. Gue memang percaya surga itu ada, karena gue bisa tertarik pada perempuan. Dadanya terutama. Makanya dulu gue sering nyuri pakaian dalam mereka yang dipake untuk menutupinya. Bukan kenapa, waktu gue kecil dulu, di lingkungan gue itu beredar ilmu yang terus diwariskan mengenai manusia pertama.

Nabi Adam awalnya sudah tinggal di surga. Sendirian. Tak lama kemudian, Hawa diciptakan untuk menemaninya. Tapi mereka berakhir pada pengusiran karena terbujuk rayuan setan untuk memakan buah surga yang terlarang. Kabarnya, menurut cerita bapak-bapak komplek gue yang katanya dia denger dari ustaz, buah surga yang dimakan tersebut memengaruhi tubuh mereka. Pada Adam, yang laki-laki, buah tersebut berubah menjadi jakun. Sedangkan pada Hawa menjadi payudara. Jadi, jangan heran kalo tiap lelaki suka memandangi payudara perempuan. Namanya juga buah surga.

Tapi, masa iya agar Liyan percaya pada surga dan Tuhan, gue mesti mamerin keindahan jakun gue? Lagian, apa indahnya sebuah jakun?

“Terus, nih, Wir. Manusia itu selalu membela binatang. Melindunginya adalah perbuatan yang disayang Tuhan. Kalo memang Tuhan menyayangi tiap binatang, kenapa Tuhan itu juga yang membuat binatang saling memakan?” lanjut Liyan.

Bodo amat. Gue kagak tahu. Mending gue diem aja sambil sok-sokan mikir. Mengangguk beberapa kali saat dia mengakhiri pertanyaannya. Yang mesti gue dapatkan kali ini adalah info yang lebih banyak mengenai Adit sebelum bunuh diri. Bukan tentang keberadaan Tuhan yang hakiki. Gue tetap mendengarkan argumen Liyan tentang keberadaan Tuhan. Cukup lama dia berargumen dan kadang terdiam sendiri. Mungkin menghayati apa yang diucapkannya, atau mungkin mencari contoh lain untuk mengusir keberadaan Tuhan. Entahlah. Yang jelas, setelah pembicaraannya sudah beralih tentang teman baiknya yang bunuh diri, dia terlihat sangat sedih.

“...dan saat teman gue mau menjemput Tuhan yang katanya indah dan bisa membuat gue senang dalam menyembah, malah dia yang dijemput ke dunia arwah. Memangnya, Tuhan itu buronan atau gimana? Sampai-sampai membunuh ciptaannya yang akan membocorkan penampakan wajahnya.”

Tau ah. Mending dibersambungin aja, bingung gue. Bagusan nontonin video dribel Duo Serigala. Melihat buah surga.


Bersambung...


Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Cerbung: Persil 3 - Dribel Wira Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

6 komentar:

  1. Liyan demen banget bahas tentang Tuhan.

    Bang, endingnya :ng Segala mau liat duo srigala.

    *capcus ke sambungan berikutnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Karena itu bagian dari inti ceritanya, Ul. :D

      tau tuh, si, Wira. entah apa yang dipikirinnya. mana tadi pake bawa-bawa gua segala. sapa juga yang iri. ishh... ;)

      Hapus
  2. Sialaaaan. Wira mesum. Segala nyiptain istilah buah surga. Sama aja kayak buah pada umumnya sih kalau dipikir-pikir. Kalau nggak dimiliki, bisanya diliatin aja. Pas bisa dan udah dimiliki, akhirnya dimakan. *ini apa dah*

    Liyan udah kayak Julie Roberts di film Eat, Pray, Love. Mempertanyakan Tuhan. Hmm. Penasaran deh jangan-jangan penampakannya kayak Roberts juga.

    *ikutan Wulan capcus ke bagian berikutnya*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nggak, kok. nggak dimakan. diemut aja palingan. digigit-gigit dikit. *yawlah, ini tentang apa sebenernya*

      Icha memang kamus film berjalan. tau dna ingat semua film sama nama asli pemerannya. |o| |o|

      Hapus
  3. Pas baca Wira, kok rada-rada kayak gue. :(
    Suka banget ama buah surga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... mungkin kamu jadi inspirasi karakternya, Yog. :D

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~