Semua Berubah Saat 'Tanggung Jawab' Mewabah

Assalamu’alaikum...

Beberapa hari ini saya selalu dihujami dengan frasa ‘tanggung jawab’, mulai dari tanggung jawab sebagai mahasiswa, tanggung jawab sebagai anak orangtua, tanggung jawab selaku ketua maupun tanggung jawab kepada calon mertua. Semua selalu meminta menjadi orang yang bertanggung jawab. Masalahnya saat ini, arti tanggung jawab sendiri mulai mengalami pergeseran. Dari yang awalnya harus menjaga moral dan kesopanan berubah menjadi pengakuan atas kesalahan.

Begini, seorang pemuda dikatakan bertanggung jawab apabila dia mengakui kesalahannya yang diikuti pengorbanan darinya. Misalnya, sudah membuat pacarnya telat datang bulan, dia dianggap bertanggung jawab kalo menjadi suaminya. Hah? Padahal waktu saya esde kelas empat, saya diajarkan tanggung jawab itu adalah sikap untuk mencegah dan menjauhi perbuatan yang salah, seperti waktu saya disuruh jagain tas temen sekelas. Kalo bertanggung jawab, maka saya akan mengawasi tas tersebut sehingga aman dari siapa pun. Bukan membiarkannya dicuri lalu setelah kejadian berdalih tanggung jawab. Bukan.

hawadis howhaw
Bertanggung jawab artinya kita siap untuk menjaganya dari apa pun, bahkan bahaya dari kita sendiri. Namun karena pergeseran pemahaman tersebut, saat ini semua bisa berubah dengan dalih tanggung jawab. Kemarin di tipi, di koran, di media sosial banyak yang memberitakan tentang tindak pemerkosaan. Uniknya, sang pemerkosa tersebut diminta oleh keluarga korban untuk menikahi anaknya. Katanya, perbuatannya harus dipertanggungjawabkan. Hah?

Anaknya tersebut putri yang cantik, jelita, sopan dan santun. Gegara jadi korban asusila, sang orangtua meminta si pelaku jadi suaminya. Demi tanggung jawab. Memang pasal berapa atau ajaran mana yang mewajibkan pelaku pemerkosaan harus menikahi si korban? Kalo hal seperti itu terus dipertahankan, lama-lama pergaulan manusia bisa kacau.

“Eh bro, gue jomblo udah 10 tahun nih, mau nikah ga ada orangtua yang setuju, emang apa salahnya sih bekerja jadi penjual hasil curian sendiri?”

“Santai bro, tuh anaknya pak Husin, cakep, perkosa gih,  entar lu tinggal tanggung jawab, nikah, beres deh.”

Bukankah tanggung jawab juga tentang memilihkan pasangan yang baik untuk anak? Kalo si pemuda saja sudah jelas bertindak asusila, tapi tetap dipaksa menikahi anaknya, lalu dimana tanggung jawabnya sebagai orangtua? Yang begitu tuh sama kayak saya pergi ke kantin kampus, ngambil roti bakar, saya gigit sedikit, trus dibalikin eh bukannya dipaksa bayar malah disuruh ngabisin sekalian dan diajak jadi tukang ngambil roti bakar kantin tanpa bayar lagi. Untung di pelakunya.

Gimana ga aneh, pemuda pemerkosa anaknya, supaya ga memerkosa anaknya lagi, malah dinikahkan sama anaknya. Kalo tindakan begitu diterapkan di dunia politik, bukan di kantin kampus sebelumnya, jadinya begini: ada anggota dewan, korupsi uang negara, supaya ga korupsi uang negara lagi, legalkan saja korupsinya. Gila? Enggak, kalo gila mah cerita fiksi saya sebelumnya.

Untuk urusan anak mereka banting harga, untuk roti bakar, mereka rela naikin harga diri. Iya tau, kalian pasti juga mikir kalo tidak dinikahkan dengan pelaku, memangnya ada yang mau nikahin? Kan udah bekas. Kalimat yang seperti itu yang membuat jiwa dan akal mati, seolah karena tindakan asusila semua sudah berakhir, tak ada jalan lain lagi.

Biasanya, saya suka itu makan roti bekas temen saya, asal jelas itu rotinya memang bekasnya, dan sedari awal memang bukan bekas yang ga jelas. Maksudnya begini, roti itu kan awalnya memang layak dimakan, tapi kegigit sedikit ama temen saya, ga apa-apa deh makan bekasnya, mama saya juga kadang makan daging bekas yang saya gigit kok. Biasa aja. Beda halnya kalo sejak awal roti itu memang tak layak dimakan, udah jamuran, bau, dikasih pengawet bahaya, dan hal kotor lainnya. Tentu ga akan saya makan.

Masih ga ngerti dengan perumpamaan begitu? Oke, kalo si gadis sejak awal itu memang gadis yang baik secara moral, sopan, santun dan patuh pada orangtua, pasti tetap ada orang baik yang akan menjadi pendampingnya. Beda jika si gadis awalnya memang bergaul bebas, berpacaran metode raba, dialunkan cinta lepas semua pakaiannya dan tata kerama agama ga pernah dipatuhinya, tentu saya ga menjamin ada orang baik-baik yang meminangnya. Tau deh kalo Tuhan yang ngejamin.

Tapi kalo anaknya sampai begitu, berarti orangtuanya yang tidak bertanggung jawab. Anaknya juga tidak bertanggung jawab. Karena sekali lagi, tanggung jawab itu adalah kesiapan diri untuk menjaga diri atau orang lain dari tindakan buruk diri sendiri maupun dari pihak lain.

Ada juga orang yang katanya bertanggung jawab malah menjadikannya jatuh ke dalam lembah, alasannya untuk menghidupi keluarga.

“Saya punya tanggung jawab untuk membiayai keluarga saya, makanya saya jadi pelacur.” *saya pakai kata ‘pelacur’ bukan PSK, karena kalo tindakan buruk diberi title khusus yang sopan, mereka beranggapan tindakannya tersebut dibenarkan, sampai dibikin istilah ‘halus’ segala*

Karena tanggung jawab, yang haram jadi mubah (boleh). Karena tanggung jawab, yang jelas tindakan salah jadi memperoleh celah. Karena tanggung jawab, maksiat dianggap sah.

Udah ah, emosi sendiri dibuatnya. Saya membuat artikel ini karena saya punya tanggung jawab untuk memberikan ilmu yang diketahui. Tapi kalo ga mau dipedulikan juga ga apa-apa. Kalo masih mau menghalalkan zina asal ada frasa ‘tanggung jawab’ dari sang pria juga ga apa-apa. Kalo masih mau melakukan pekerjaan yang jelas salah dilarang agama dan berdalih tanggung jawab anda, juga ga apa-apa. Bodo amat. Sejak awal pemahaman kita memang sudah tidak sama, tanggung jawab menurut saya adalah mencegah diri dari tindakan jahat orang lain dan mencegah diri bertindak jahat pada orang lain. Bukan bersiap menanggung akibat karena telah bertindak semaunya.

*) Tanggung Jawab:
Tanggung dulu amanahnya, baru kita jawab. Bukan jawab aja dulu, baru akibatnya kita tanggung.



Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Semua Berubah Saat 'Tanggung Jawab' Mewabah Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

18 komentar:

  1. Jadi? Bentuk tanggung jawab pelaku pemerkosaan/orang tua korban gimana? Ngegantung nih..

    BalasHapus
    Balasan
    1. tuh kan, ga sepaham. Bentuk tanggung jawab di atas, maksudnya sebelum terjadinya perkara, kalo sudah terjadi, itu sudah tidak bertanggung jawab. Kalo sudah terjadi, nyebutnya hukuman. 'Hukuman apa yg pantas untuk pelaku agar tidak timbul pelaku lainnya?' dan orangtua, tentu harus tetap merawatnya dengan kasih, baik sudah terjadi atau belum terjadi, karena tanggung jawab orangtua adalah saat memiliki anak #mungkin pembahasannya di postingan selanjutnya

      Hapus
    2. Menarik ditunggu, hukuman apa yang pantas untuk kasus seperti ini, khususnya untuk negara demokrasi seperti Indonesia.

      Hapus
    3. *lagi survey dan menginterogasi temen kepolisian ni Nggo*
      ditunggu yak :D

      Hapus
    4. tapi sabar ya, bingung ngejelasinnya. Ternyata dibalik jeruji itu aneh-aneh.

      Hapus
  2. I agree with you! agak kesel sama orangtua yg anaknya diperkosa terus minta pemerkosa untuk nikahi anaknya.. bisa jadi ini malah ngancurin masa depan anaknya -_-" susah buat ngejamin si pemerkosa ini orang yg pantas dijadikan pasangan hidup.. *jarang2 ngasih komen serius*

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, udah jelas keluarga dan anak gadisnya membenci pelaku, masih aja dipaksa nikah, pasti kebenciannya kekal. Biasanya sih berujung KDRT. *gue sih sering ngasih komen dan postingan serius, tapi dengan gaya main-main, tergantung temanya, bisa dibecandain apa nggak*

      Hapus
  3. wah haw. bener juga nih. persepsi tentang tanggung jawab dari lo memberi pengetahuan baru sama gua. bukan ketika akibat telah terjadi, baru kita bertanggung jawab, tapi ketika diberi amanah disitulah kita bertanggung jawab. tapi rada njelimet sih kalau ngejelasin ke orang.

    dan soal perkosaan, enak bener ya pemerkosa, udah memperkosa (secara paksa) malah dinikahin dgn korban. ketiban rejeki dua kali

    BalasHapus
    Balasan
    1. gue bikin postingannya juga njelimet begini, masih perlu banyak belajar menyusun kalimat yang provokatif kayaknya.

      iya, moga aja ntar ga ada tren begitu.

      Hapus
  4. Yups bener gan sudut pandang lain mengenai tanggung jawab yaitu mencegah. Dan bener memang mencegah lebih baik daripada mengobati :D

    BalasHapus
  5. ''berpacaran metode raba'' ngakak sendiri gw bray baca perumpamaan ntu,,, hheuheu

    BalasHapus
    Balasan
    1. perumpamaannya bikin ngakak, kalo dilakuin bikin dosak... #iyakali

      Hapus
  6. Udah pada salah kaprah semua tentang arti tanggung jawab sekarang ini. Seolah pada tutup mata semua. Khususnya hal pemerkosaan, bisa disalah gunakan tuh, mentang-mentang ujungnya pasti dinikahin, dengan dalih tanggung jawab, maka akan banyak lagi kasus pemerkosaan yang lainnya......

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Banyak banget yang begitu. Gak cuma pemerkosaan, kalo pemerkosaan kan tindakan paksa. Itu yang pacaran, dengan kata 'tanggung jawab' si cowok, ceweknya langsung memberikan semuanya. :|

      Hapus
  7. Analoginya dapet banget nih bang, apalagi analogi roti bakarnya tuh hahaa

    BalasHapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~