Menikahlah Ketika Sudah Sama-Sama Baik

Assalamu’alaikum…

Minggu lalu, entah kenapa saya lagi ingin melihat keriuhan Facebook setelah cukup lama saya tinggalkan. Di antara status yang dibuat teman-teman saya di lini masa, ada status yang membagikan status orang lain yang berisi link artikel dengan judul “Perempuan Yang Bersekolah Tinggi Memang Tidak Berniat Menikahi Akhi-Akhi Cupet”. Sebaga lelaki gagal baku, saya bingung, apa itu cupet? Samakah dengan pencuri dompet?


Setelah mendapat penjelasan dari KBBI V, saya langsung melongo. Judul seperti ini pasti bakal mengundang amarah. Meskipun tidak termasuk bagian akhi-akhi yang disebut cupet, tapi dengan menyandingkan kata cupet pada “akhi” saja sudah bisa disebut penghinaan. Akhi itu sudah dianggap memiliki konotasi positif yang berarti lelaki beriman. 

Ketika saya sedang aktif di lembaga dakwah kampus, mendadak saya juga dipanggil “akhi”. Dianggap udah lebih beriman. Hal itu menunjukkan kalau sapaan “akhi” adalah sapaan yang dibuat untuk penghormatan atau kesopanan. Ketika sapaan sopan tersebut dijodohkan dengan kata “cupet”, rasa geram dari yang memiliki panggilan tersebut tentu akan mendatangi orang yang menyandingkan.

Benar saja, di kolom komentar status yang membagikan link tersebut berisi hujatan dan ledekan terhadap penulis artikelnya. Dikata lagi PMS lah, dianggap sombong, dibilang galau karena belum punya pasangan, didoain dapat aki-aki, dituduh kaum kotak-kotak dan ada yang menyarankan untuk eta terangkanlah. Di kolom komentar itu juga ada yang menjelaskan kalau istri salah satu lelaki yang berkomentar juga memiliki pendidikan yang tinggi, tapi dirinya (yang merasa sebagai akhi) tetap diterima ketika melamar, dan yang lain menyepakati.

akhi cupet

Berarti, antara tulisan dan komentar terdapat miskomunikasi. Secara, isi tulisannya adalah tentang jodoh yang tidak perlu bawa-bawa gelar pendidikan dan umur ketuaan. Tulisannya itu dipicu oleh gambar meme yang menunjukkan karakter lelaki pada lari ketika perempuan yang bergelar pendidikan tinggi mengajak menikah. Sedangkan, komentarnya fokus pada judul yang menyebutkan kalau wanita berpendidikan tinggi tidak mau menikahi akhi-akhi. Cupetnya sudah tidak dipedulikan.

Namun, apa iya jodoh itu tidak pandang gelar dan umur ketuaan?
Di film/ di bukunya Habiburrahman El Shirazy yang berjudul Cinta Suci Zahrana, diceritakan seorang perempuan yang belum menikah padahal sudah berusia wajar menikah (menurut pandangan umum). Mbak Zahrana tersebut juga diceritakan memiliki pendidikan tinggi dan juga banyak prestasi. Meski demikan, Mbak Zahrana merasa belum bisa membuat orang tuanya bahagia, karena yang kedua orang tuanya inginkan adalah anaknya menikah sehingga mereka punya cucu. Orang tuanya merasa punya aib jika anak gadisnya belum juga menikah.

Aneh memang kehidupan ini, perempuan tua yang masih perawan seolah lebih hina dari perempuan muda yang nggak perawan. Padahal jika dia masih perawan hingga tua, artinya dia bisa menjaga diri, yang artinya juga dia adalah perempuan yang mulia dan pantas diperebutkan karena kemuliaannya. Ini kok malah dihina.

akhi cupet

Ketika Mbak Zahrana minta dicarikan jodoh, disebutkan bahwa untuk perempuan yang memiliki gelar pendidikan tinggi akan membuat laki-laki minder. Apalagi jika perempuan tersebut sudah ketuaan, karena lelaki yang seusianya sudah pada menikah. Diceritakan juga kalau lelaki yang mau melamar Mbak Zahrana—yang pendidikannya setara—adalah lelaki yang memiliki sifat yang bejat. Hal tersebut sesuai seperti doa orang yang berkomentar di Facebook sebelumnya. Syukurnya, di akhir cerita, Mbak Zahrana menikahnya bukan dengan lelaki bejat tersebut, melainkan dengan lelaki yang pernah jadi mahasiswa bimbingan skripsinya.

Melalui kisah Mbak Zahrana, kita bisa melihat bahwa seperti itulah keadaan sosial masyarakat kita. Jika ada perempuan yang tak kunjung menikah dan malah melanjutkan pendidikan lebih tinggi, dianggap tidak menyadari status keperempuannya.

Namun, apakah perempuan tidak boleh memiliki pendidikan tinggi?
Tentu saja boleh, tapi dianjurkan menikah terlebih dulu. Apakah hal tersebut bisa diterima? Sebagian bisa, sebagian lagi, tidak. Tergantung lingkungan dia tinggal dan bersosial. Guru ngaji saya pernah menjelaskan, tinggal di lingkungan agama yang fanatik, jauh lebih sulit dibandingkan dengan menjalankan agama itu sendiri.

Benar saja, di agama saya diberikan banyak kemudahan. Salat gabisa berdiri, bisa duduk. Tersesat dan lapar tapi adanya cuma babi, diperbolehkan untuk dimakan. Namun, ketika tinggal dengan orang yang fanatik, semua harus sesuai seperti yang kebanyakan orang lakukan. Berbeda sedikit saja, sudah dianggap bid’ah dan dibilang tidak menjalankan syariat dengan benar.

Begitu pun dalam hal pernikahan. Bagi yang fanatik menikah muda, dia akan selalu menganjurkan untuk menikah dalam usia muda. Apalagi kalau rentan tergoda nafsu. Menikah adalah solusinya, terlebih lagi, menikah adalah sunnah Nabi. Begitu alasannya. Sunnah harus dilaksanakan.

Tapi, kan, yang namanya sunnah…
Dilakukan dapat pahala, nggak dilakukan ya nggak apa-apa. Dengan berdasarkan pengertian sunnah itu saja, mestinya kita nggak perlu menghakimi seseorang tentang rencana pernikahannya. Mau menikah muda silakan, mau menikah entaran juga silakan. Lagian, sunnahnya itu kan tentang menikahnya, bukan tentang usia menikahnya. Kenapa yang diributin malah cepet-cepetnya?

Memangnya ada disebutkan kalo yang cepat-cepat itu adalah sunnah? Setau saya, yang ada malah dianjurkan jangan cepat-cepat, dalam salat. Mesti tuma'ninah biar afdol. Ya, siapa tahu mereka yang nggak cepat-cepat menikah itu juga nunggu dirinya ngerasa afdol dulu.

Selain itu juga, jika memang mau menjalankan sunnah, bukankah ada anjuran menundukkan pandangan dan berpuasa? Itu juga sunnah, loh. Cuma bedanya, dalam puasa itu nggak ada “ena-ena”-nya dan grepe-grepenya seperti menikah, sih.

akhi cupet

Bentar, kenapa hubungan intim itu disebut ena-ena, ya? Terus karena ada istilah “ena-ena” tersebut, apakah ada sandingannya juga? “Sait-sait”, misal?

Balik lagi, kenapa kalau mau menikah harus cepat-cepat? Takut nggak bakal ada yang mau karena ketuaan, kah? Padahal udah jelas, kan. Jodoh itu di tangan Tuhan, nyuruh orang cepet-cepet, kan, artinya nyuruh Tuhan ngerevisi takdir jodohnya. Terus, kenapa juga anjuran nikahnya harus lebih didahulukan dibanding pendidikan untuk perempuan? Apa karena perempuan yang berpendidikan nggak bakal dapat pasangan yang baik?

Padahal, Tuhan juga berfirman bahwa lelaki yang baik itu untuk perempuan yang baik. Kemarin aja pesan itu diagungkan, sekarang udah dilupakan. Berdasarkan pesan tersebut, bukan tidak mungkin kalau perempuan yang berpendidikan tinggi juga bakal mendapatkan lelaki yang menghargai pendidikan tinggi. Apalagi kalau keduanya sama-sama baik.

Ketika ada dua orang anak Adam berlawanan jenis saling bertanya dan saling meminta, “Kamu menikah sama saya bulan depan, ya!”

Yang perempuan menjawab, “Baik.”
Yang lelaki juga menjawab, “Baik.”

Sama-sama baik, yaudah nikah.

Jadi, nggak perlu lagilah berdebat tentang akhi, cupet, S2, S3 atau gelar lainnya. Yang penting sama-sama "baik". Lagian, mau setinggi apa pun gelar seseorang, tetap bakal kalah sama Samsung. Udah S8, loh, sekarang. Meski dengan gelar setinggi itu, beliau tetap jadi rebutan, kok.



Sumber gambar:
http://cintasucizahrana.sinemart.com/?page_id=23
http://www.imgrum.org/user/kopri_semarang/4193095339
Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Menikahlah Ketika Sudah Sama-Sama Baik Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

20 komentar:

  1. Ih pilem mbak zahrana, seru sih apalagi pas dia mau nikah eh calon lakinya kecelakaan dan mati. Ujiannya ada aja. Untung mbak zahrana cantik *loh

    Wah, pembahasan cukup menarik. Tapi namanya juga persepsi bang, kata "nyuruh orang sholat" aja bisa jadi dua kubu hehehe.

    Apa ini pengaruh populasi cewek yang lebih banyak dibanding cowok?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya. Meida Sefira emang cakep sih. xD

      Nyuruh orang salat kan emang gaboleh. Mestinya biarin dia selesein dulu salatnya, baru disuruh.

      Kalo pernah bilang jodoh ada di tangan Tuhan, dan semuanya diatur oleh Tuhan, gada hubungannya sih ama jumlah cewek dan cowok.

      Hapus
  2. Hoo... gitu.
    Padahal menikah itu urusan pribadi, seperti kebutuhan akan makanan, cuma diri sendiri yang ngerti. Harusnya sederhana aja, merasa sudah pantas dan siap untuk menikah, ada calonnya, ada restu, terus akad. Tapi ada aja orang sekeliling yang sibuk mikirin dan komentar hal-hal gak perlu.

    Bawa-bawa samsung S8, ahahha.. kalo dulu jokenya eS teller, sekarang udah ada samsung S8 xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya begitu, Wi. Gak perlulah ampe debat gaselesai-selesai ttg kehidupan org lain yg dia sendiri pun gak terlibat. Kalo niatnya mau menyampaikan kebaikan, kenapa harus dgn jalan merendahkan org lain kan..

      Es teler udah sepi peminatnya. xD

      Hapus
  3. Wih ada betulnya ne,
    Jodohmah udah ada yang atur, menikahlah jika mampu, Dan menikah lah di waktu yang tempat.

    Tidak perlu gelar atau kekayaan, karena itu semua tidak menjamin sih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.. iya, udah tau jodoh diatur Tuhan, pake maksain orang lain buat nikah cepet2. Nah iya, moga aja semua mertua berpikiran seperti itu. :-bd

      Hapus
  4. Baik. 😂
    Saya kira baik yang gimana, eh, it's okay maksudnya.

    Bagus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, bang. pas ditanyain mau nikah, sama2 jawab baik alias mau. xD

      Hapus
  5. Ini yang sempet lu share di Twitter kan, ya? Mantap jadi tulisan juga. :D

    Gue otomatis langsung cek KBBI juga soal cupet. Hahaha. Ternyata itu artinya, toh. :) Makasih, gue jadi tahu. Dan jadi tau juga soal film "Cinta Suci Zahrana".

    Btw, dulu gue sempet minder yang soal punya pasangan yang gelarnya tinggi tuh. Tapi sejak mulai suka baca buku, entah kenapa sebuah gelar bukan patokan lagi akan sebuah wawasan. :D

    Konon kalau mau "ena-ena" untuk pertama kali, juga ada "sait-sait"-nya, Bang. Betul gak, sih?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Yog. Udah sering sih ngejadiin tulisan beberapa twit. anggaplah twit itu premisnya. xD

      Aku juga baru tahu kemaren itu.

      Aku aja ampe skrg masih suka minder. apalagi kalo pasangan kita dari keluarga yang akademiknya bagus semua. Kita memang tidak mematok begini dan begitu, tapi mereka.. ... ..

      Iya po? kubelom pernah ngalami soalnya. :-bd

      Hapus
    2. Kata yang sudah mengalami sih, iya, bang... *lalu pamit*

      Hapus
    3. Malah jadi Tulus. Ini mending kita bikin Ruang Sendiri aja ya buat membahasnya. Kalo memang sakit, kenapa nyebutnya ena-ena?

      Hapus
  6. Gegara penasaran sama arti cupet, ikutan browsing artinya juga di google.
    Itu Mbak Zahrana nikah sama laki-laki yang lebih muda gitu ceritanya berarti bang? *apa banget ini* maklum ngga tau ceritanya gegara film nya Kang Habib yang tak tonton baru Ayat-Ayat Cinta doang, wkwk

    Masalah nikah mungkin juga tergantung prinsip masing-masing orang, ya? Ada yang pengen nikah muda biar lebih afdol, mungkin ada juga yang berprinsip nikah nunggu bener-bener siap dulu biar pas mengarungi bahtera rumah tangga *hasyah* juga bisa lebih berpikiran dewasa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, beda 4 tahun kalo gasalah. lakinya lebih mudaan. xD

      Nah iya itu. Tergantung prinsip masing2 kan? jadi gaperlu memaksakan pendapat ttg pernikahan pada orang lain.

      Hapus
  7. Oke, aku udah pernah nonton cintanya mbak Zahrana, jadi nyambung banget nih pas baca tulisannya.

    Ini kan tulisan yang ada di mojok itu kan ya bang? Kujuga heran sih kenapa pasal meniqa itu mesti dipatok sama umur. Ckckck

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, yang dipolemikkan. Perkara sunnah malah dipentingkan dari pada perkara wajib ttg persatuan dalam persaudaraan. yabegitulah manusia, ketika mereka merasakan itu dan menurutnya bagus, ya semua org disuruh untuk sepertinya. sampe lupa kalo hal tersebut diatur dalam takdir.

      Hapus
  8. Cinta Suci Zahrana anjeeeeeeeeeeeer...... Umur berapa tuh aku waktu tontonan itu keluar. Ha ha ha ha.

    Ini berasa kamu nulis komen di postingan teman tapi menikahku tapi versi panjangnya, Haw. Padahal mau nyebut kalau ini komen kamu versi extended, cuman kata-kata anuannya cuma "ena=ena." Hmmmmm. Haw begitu menahan nafsunya untuk menulis postingan ini.....

    Jadi... intinya.... lelaki baik untuk perempuan baik itu yang sama-sama mau ya, Haw? Bisa menikah dan bisa berjodoh kalau sama-sama mau? Yuhuuuuuuu berarti aku baiiiik~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan sok muda Tante Icha. Itu film nggak lama2 amat. xD

      Iya, aku emang sering begitu. Ngejadiin komen/twit sendiri sebagai tulisan yg lebih panjang. tapi kalo ada yg nyerempet2nya, itu nggak direncanakan. kebetulan dan hanyalah fiktif belaka.

      Iya, Cha. yg diajak nikah sama2 mau. karna kalo ada salah satu yg gak mau, bakalan makin lama dan makin panjang urusannya. seperti harus mancing orgtuanya agar orgtuanya yg sedikit maksain anaknya untuk menikah dengannya dengan alasan jodoh yg baik buat dia.

      Hapus
  9. saya suka memenya kocak banget hihi
    teman2 wanita saya yg mau kepala 3 tp belum nikah juga berpolemik ini
    pesannya saya tangkap dan segera saya sampaikan biar mereka tidak galau

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... padahal itu meme sumber perdebatan. Semoga temennya terus menjadi pribadi yg baik tanpa perlu khawatir karena takdir Tuhan itu pasti demi kebaikan insan.

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~