Hormati Mereka Yang Tidak Berpuasa

Assalamu'alaikum...

Sudah menjadi hal yang umum, bahwa pada saat bulan puasa warung2 makan di tutup pada siang hari. Bahkan saat ada warung makan yang buka, demo masyarakat langsung terjadi " Tidak mengindahkan Ramadhan," katanya.

Apakah harus seperti itu? saya selaku orang yg juga berjualan makanan agak tidak nyaman ketika diperlakukan seperti itu, bahkan cenderung "Marah." Tidak adil rasanya, tak hanya bagi saya atau penjual makanan di siang hari, tapi juga bagi orang-orang yang selalu terpaksa berpuasa diluar bulan Ramadan.

Dari sebuah forum, saya pernah mendapat sebuah cerita: 

*****

Ada seorang anak kecil yang berjalan di waktu siang sambil menggoda orang yang dijumpainya. Semua digodanya, mulai dari anak-anak, remaja bahkan orang tua. Hal tersebut sungguh menjadi hal yang menyebalkan bagi orang-orang yang bertemu dengan anak ini.

Bagaimana tidak menyebalkan, anak itu menggoda dengan berjalan kesana kemari sambil tangan kanannya memegang roti isi daging yang tampak coklat menyala. Sementara tangan kirinya memegang es kelapa, lengkap dengan tetesan air dan butiran-butiran es yang melekat di plastik es tersebut. Pemandangan tersebut menjadi hal biasa bila orang-orang kampung melihatnya bukan pada bulan puasa! Tapi ini justru terjadi ditengah hari pada bulan puasa! Bulan ketika banyak orang sedang menahan lapar dan haus. Es kelapa dan roti isi daging tentu saja menggoda orang yang melihatnya. dan tentunya matahari akan terasa lebih terik dari  biasanya.

Pernah ada yang melarangnya, tapi orang itu kemudian dibuat mundur ketakutan sekaligus keheranan. Setiap dilarang, bocah itu akan mendengus dan matanya akan memberikan kilatan yang menyeramkan. Membuat mundur semua orang yang akan melarangnya.

Akhirnya warga melaporkan hal tersebut pada Pak RT. Atas laporan warga, pak RT kemudian bermaksud untuk memperingati anak tersebut. Menurut lapoaran warga, anak ini muncul secara misterius Bakda zuhur di jalan komplek A dengan pakaian lusuh sambil membawa es kelapa dan roti isi daging di tangannya.

Tak lama pak RT menunggu, bocah tersebut muncul, lengkap dengan es kelapa dan roti isi daging. Pak RT lalu menegurnya. Cuma ya itu tadi, bukannya takut anak ini malah memelototi pak RT.

“Bismillah...” ucap Pak RT dengan kembali mencengkeram lengan bocah itu. Ia kuatkan mentalnya. Ia berpikir, kalau memang bocah itu bocah jadi-jadian, ia akan korek keterangan apa maksud semua ini. Kalau memang bocah itu ‘bocah beneran’ pun, ia juga akan cari keterangan, siapa dan dari mana sesungguhnya bocah itu.

Mendengar ucapan bismillah itu, bocah tadi mendadak menuruti tarikan tangan pak RT. Pak RT pun menyentak tanggannya, menyeret dengan halus bocah itu, dan membawanya ke rumah.

“Ada apa Bapak melarang saya meminum es kelapa dan menyantap roti isi daging ini? Bukankah ini kepunyaan saya?” tanya bocah itu sesampainya di rumah Pak RT, seakan-akan tahu bahwa Pak RT akan bertanya tentang kelakuannya. Matanya masih lekat menatap tajam pada pak RT.

“Maaf ya, itu karena kamu melakukannya di bulan puasa,” jawab pak RT dengan halus,” apalagi kamu tahu, bukankah seharusnya kamu juga berpuasa? Kamu bukannya ikut menahan lapar dan haus, tapi malah menggoda orang dengan tingkahmu itu..”

Sebenarnya pak RT masih akan mengeluarkan uneg-unegnya, mengomeli anak itu. Tapi mendadak bocah itu berdiri sebelum pak RT selesai. Ia menatap pak RT lebih tajam lagi.

“Itu kan yang kalian lakukan juga kepada kami semua!”

“Bukankah kalian yang lebih sering melakukan hal ini ketimbang saya..?! Kalian selalu mempertontonkan kemewahan ketika kami hidup dibawah garis kemiskinan pada sebelas bulan diluar bulan puasa?”

“Bukankah kalian yang lebih sering melupakan kami yang kelaparan, dengan menimbun harta sebanyak-banyaknya dan melupakan kami? Bukankah kalian juga yang selalu tertawa dan melupakan kami yang sedang menangis? Bukankah kalian yang selalu berobat mahal bila sedikit saja sakit menyerang, sementara kalian mendiamkan kami yang mengeluh kesakitan hingga kematian menjemput ajal..?!”

“Bukankah juga di bulan puasa ini hanya pergeseran waktu saja bagi kalian untuk menahan lapar dan haus? Ketika bedug maghrib bertalu, ketika azan maghrib terdengar, kalian kembali pada kerakusan kalian…!?”

Anak jalan itu terus saja berbicara tanpa memberi kesempatan pada Pak RT untuk menyela. Tiba-tiba suara bocah itu berubah. Kalau tadinya ia berkata begitu tegas dan terdengar “sangat” menusuk, kini ia bersuara lirih, mengiba.

“Ketahuilah Bapak.., kami ini berpuasa tanpa ujung, kami senantiasa berpuasa meski bukan waktunya bulan puasa, lantaran memang tak ada makanan yang bisa kami makan. Sementara Bapak hanya berpuasa sepanjang siang saja.”
                      
“Dan ketahuilah juga, justru Bapak dan orang-orang di sekeliling Bapak lah yang menyakiti perasaan kami dengan berpakaian yang luar biasa mewahnya, lalu kalian sebut itu menyambut Ramadhan dan Idul Fithri? Bukankah kalian juga yang selalu berlebihan dalam mempersiapkan makanan yang luar biasa bervariasi banyaknya, segala rupa ada, lantas kalian menyebutnya dengan istilah menyambut Ramadhan dan Idul Fitri?”

“Bapak.., sebelas bulan kalian semua tertawa di saat kami menangis, bahkan pada bulan Ramadhan pun hanya ada kepedulian yang seadanya pula.”

“Bapak.., kalianlah yang melupakan kami, kalianlah yang menggoda kami, dua belas bulan tanpa terkecuali termasuk di bulan ramadhan ini. Apa yang telah saya lakukan adalah yang kalian lakukan juga terhadap orang-orang kecil seperti kami…!”

“Bapak.., sadarkah bapak akan ketidakabadian harta? Lalu kenapakah kalian masih saja mendekap harta secara berlebih? Pak.., sadarkah apa yang terjadi bila Bapak dan orang-orang sekeliling Bapak tertawa sepanjang masa dan melupakan kami yang semestinya diingat?”

“Bahkan, berlebihannya bapak dan orang-orang di sekeliling bapak bukan hanya pada penggunaan harta, tapi juga pada dosa dan maksiat.. Tahukah Bapak akan adanya azab Tuhan yang akan menimpa? Pak.., jangan merasa aman lantaran kaki masih menginjak bumi. Pak…, jangan merasa perut kan tetap kenyang lantaran masih tersimpan pangan ‘tuk setahun, jangan pernah merasa matahari tidak akan pernah menyatu dengan bumi kelak….”

Setelah berkata pedas dan tajam seperti itu, bocah itu pergi begitu saja meninggalkan pak RT yang dibuatnya terbengong-bengong.

Di kejauhan, pak RT melihat bocah itu menghilang bak ditelan bumi. Begitu sadar, pak RT berlari mengejar ke luar rumah hingga ke tepian jalan raya pasar . Ia edarkan pandangan ke seluruh sudut yang bisa dilihatnya, tapi ia tidak menemukan bocah itu. Ditengah deru nafasnya yang memburu, ia tanya semua orang di ujung jalan, tapi semuanya menggeleng bingung. Bahkan, orang-orang yang menunggu penasaran didepan rumahnya pun mengaku tidak melihat bocah itu keluar dari rumah pak RT!

****

Marilah berpikir tentang dampak sosial yang akan terjadi bila kita terus menjejali tontonan kemewahan, sementara yang melihatnya sedang membungkuk menahan lapar.

Apakah pantas orang-orang tidak terima atas godaan warung makanan yang hanya sebulan itu?

Moso’ puasa mau seenak e deweh. Kan jelas, puasa itu untuk meningkatkan kesabaran, makanya di taro di siang hari. Itu sudah jadi keputusan Allah lho. Masa kita mau menyingkirkan godaan-godaannya demi kenyamanan puasa. Haaahh????


Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Hormati Mereka Yang Tidak Berpuasa Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

8 komentar:

  1. Sebernarnya gak dilarang sih buka warung pas siang hari, tapi ya resikonya gak ada yang beli. Paling juga anak-anak yang punya niat batal. haha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haha.. tapi kalo di kampung saya banyak yg beli... banyak non muslim soalnya...

      Hapus
  2. gua rada takut komen sih. nanti disangka tidak menghargai perbedaan. seakan yang minoritas menjadi setan penggoda ketika bulan puasa. keren artikelnya, haw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, gue juga ngerasa gitu. Padahal syarat puasa gak perlu penghormatan orang lain.

      Hapus
  3. Super sekali, renungan nih buat kita :-bd

    BalasHapus
  4. kita toh udah dewasa gue rasa, dan tau perlu tenggang rasa yang sering di pelajari di ppkn dulu kan.. kalau menurut gue, kalau uda menyangkut kayk gini susah juga sih.. gue di kantor mayoritas agamanya non islam, dan mereka sekarang makan dan minum depan kita yang lagi puasa.. gue sih santai aja.. tapi ada beberapa orang yang mengerti juga, dengan makan ngga di depan kita dengan memilih makan di pantry.. yah intinya sih saling aja ya, ngga ada yang lebih indah di banding saling menghargai gue rasa..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Cha. Karena sebenarnya setiap orang tidak ingin menyusahkan orang lain. Makanya perlu saling berbicara agar bisa saling mengerti. Jangan asal main sweeping sih intinya.

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~