Keset Kusut: Baper-Baper Dahulu, Susah Move On Kemudian


howhaw

“Setelah banyak hambatan dan kemacetan di jalan, akhirnya bisa ketemuan juga,” ucapnya sambil menyunggingkan senyum.

“Iya. Syukuri aja kalo ketemu hambatan,” kataku.

“Kok disyukuri, sih?”

“Masih ingat pelajaran rangkaian listrik, kan? Ketika menemukan hambatan, kita bisa mencoba rangkaian baru untuk menciptakan cahaya lampu yang lebih terang. Coba kalo hambatannya nggak diketahui, kita cuma dapat cahaya yang remang-remang, doang,” jelasku.

“Terus, kalo dalam kisah percintaanmu, pernah menemukan hambatan, nggak?”

Aku menatapnya sebentar, tersenyum dan berucap, “Mau dengar kisahnya?” dia mengangguk dengan tatapan antusias.

*****

howhaw
Layangan dan perasaan cinta
Sejak SMP, aku sudah memutuskan untuk tidak berpacaran. Bukan karena religius atau karena nggak ada yang bisa diajak, melainkan karena punya pemahaman bahwa orang yang berpacaran itu adalah orang yang tidak mandiri. Berkebutuhan khusus. Tuna-asmara. Apa-apa perlu pacar, sampai-sampai belajar pun perlu pacar biar semangat.

Seperti orang buta (tunanetra) yang memerlukan tongkat untuk berjalan, tuna-asmara juga memerlukan pesan dari pacar untuk makan dan tidur. Padahal, kegiatan tersebut sudah menjadi kegiatan sehari-hari tiap orang. Nggak perlu punya pacar segala. Bahkan, saat ‘berkeinginan’ setelah menonton video Duo Serigala, nggak perlu lah ke kosan pacar, karena mestinya bisa menggunakan cara mandiri.

Pemahaman tersebut terus aku jaga hingga tiba masa SMA. Dengan semakin banyaknya orang baru dan wajah baru yang kukenal, aku mulai melupakan pemahaman yang kujadikan prinsip tersebut. Terlebih saat aku bertemu lagi dengan yang namanya Audina.

Dia temanku sewaktu kelas 2 SD. Tapi kami tidak berteman lama karena dia pindah sekolah. Tuntutan pekerjaan ayahnya. Saat masih SD, dia dikenal sebagai anak yang dekil, item dan nakalnya kebangetan. Suka ngerjain teman lainnya, doyan nantangin anak cowok berkelahi, cakar-cakaran tepatnya. Namun, tidak dengan sekarang.

Sejak dulu aku percaya, anak cewek itu cenderung mengalami pertumbuhan dan perubahan total. Nggak bisa dinilai dari sewaktu kecilnya. Buktinya Audina ini. Sekarang malah jadi cantik memesona. Ada juga yang namanya Rani. Waktu kecil dia tampangnya ingusan. Berantakan. Tapi sekarang, beh, jadi terlihat laksana bidadari...teman sebangkunya. Ya, si Audina itu.

Saat terpesona melihat Audina, aku tetap bisa mengontrol diri dan meyakinkan bahwa rasa ini hanyalah rasa suka semata. Aku tetap bisa terbang seperti layang-layang tanpa perlu berpacaran. Namun, suatu ketika aku sadar bahwa layangan bisa terbang melawan angin karena ada tangan yang menggenggam erat talinya. Seandainya aku bertemu angin kencang, mungkin aku tetap terbang, namun terbangku pasti terbawa angin. Lalu terhempas. Sejak saat itu, aku menjadikan Audina sebagai orang yang menggenggam erat ‘taliku’ ketika terbang.

howhaw
Keset (baca huruf e-nya kayak pada ember) 
“Kamu bikin apa untuk tugas Kesenian?’

“Penghapus papan tulis. Kamu?”

“Keset.”

Audina kemudian menunjukkan keset yang dibawanya. Rani terkagum. Aku ikutan kagum.

“Bagus banget ini, Au,” pujiku, dengan modus dalam tiap pelafalan hurufnya.

Audina tersenyum sambil mengucapkan terima kasih. Aku semakin terpesona. Lalu entah bisikan dari siapa, aku mulai merencanakan untuk mengambil keset tersebut. Ketika semua kerajinan tangan dikumpulkan, dinilai dan setelah pelajaran usai guru membawa ke ruangannya, aku izin ke toilet.

Letak toilet berada dekat dengan ruang guru. Aku memantau guru Kesenian, ketika dia keluar ruangan untuk mengajar kelas lain, aku masuk ke ruangannya. Nggak ada guru lain di dalam, aku ambil keset milik Audina, kusembunyikan di balik baju. Lalu aku pergi ke kantin untuk minta kantong kresek, kumasukkan keset tadi ke dalamnya dan kubawa ke kelas untuk dimasukkan ke dalam tas.

Di rumah, aku tidak meletakkan keset tersebut di depan pintu, melainkan di atas kasur. Di dekat kepala biar bisa dielus-elus. Kadang kuciumi beberapa kali.

howhaw
Memandang cewek dari belakang, lebah dan penyihir yang beraksi
Kecantikan Audina tidak hanya memikatku, setiap anak lelaki di sekolah juga mengaguminya. Banyak yang sudah mencoba mendekatinya. Laksana gerombolan lebah yang melihat bunga bernektar paling manis. Namun, belum ada yang behasil mendapatkannya. Aku? Hanya bisa mengobrol dengannya tentang pelajaran dan PR di kelas. Tidak lebih. Itu pun bicaraku sudah tergagap.

Di kelas, aku dianggap sebagai dewanya Fisika. Tiap ulangan, aku pasti mendapatkan nilai sempurna. Semua rumus, aku hafal di luar kepala. Kenapa bisa? Tentu saja karena waktu lahir aku nggak diazanin, melainkan dirumusin.

“Hukum Newton III itu yang begimana, sih?” tanya Audina ketika kami mengerjakan tugas Fisika di kelas.

“Maksudnya, tiap ada aksi, akan ada reaksi yang arahnya berlawanan. Misalnya gini,kuminta Audina menadahkan tangannya, lalu aku menyambut dan menggenggamnya, “gimana? Ada merasakan perubahan?” lanjutku.

“Nggak.”

Audina menggeleng, aku terdiam. Padahal berdasarkan teori hukum Newton III, ‘aksiku’ tersebut pasti akan menimbulkan ‘reaksi’ di hatinya. Ternyata berdesir dan bergetar aja, nggak. Newton pasti salah.

howhaw
Teman bermain, salah gigit apel, dan barang yang melaju
Aku punya teman namanya Tamma. Ganteng, jago main gitar, suaranya bagus, percaya diri dan selalu membawa gear motor dalam tasnya. Beda banget denganku yang nggak bisa main alat musik. Namun, meskipun dengan rupa dan kemampuan sekeren itu, dalam urusan pelajaran, dia lemot banget. Disuruh makan apel aja, malah layar komputernya yang digigit.

Mungkin karena sadar kelemahan masing-masing, aku dan Tamma bisa berteman akrab. Ya, untuk saling mengisi kekurangan. Selama berteman sejak kelas satu SMA, Tamma sering main ke rumah untuk mengerjakan tugas atau PR. Pada kesempatan itu, kami biasanya saling curhat, terutama tentang seseorang yang sedang didamba.

“Adu damba, adu damba, mengadu dambaaa~ damba dipertaruhkan~”

“Itu domba, Tamma,” sanggahku.

“Kamu ngapain, sih, masih ngarepin dia? Udah jelas dia cuma menjadikanmu pelarian ketika dia udah putus ama pacarnya. Cuma ngejadiin kamu guru privat gratis, yang didatangi ketika ada tugas, doang. Setelahnya? Dia berbahagia dengan cowok lain. Udah dua tahun, loh,” protes Tamma.

“Entahlah. Tiap kali ngeliat dia jalan dengan pacarnya, aku sakit hati, sih. Tapi entah kenapa kalo dia nyamperin, pasti aku bakal ngerasa welcome lagi,” jawabku.

“Cintamu itu nggak beres, udah jelas kalian itu jauh. Apalagi semenjak dia masuk kelas yang berbeda. Ditambah lagi waktu yang telah lewat. Mestinya, cintamu itu udah lenyap,” ucap Tamma.

“Tam, jika bisa terpengaruh jarak dan waktu, berarti itu bukan cinta, melainkan kecepatan (v=s/t), yang suatu saat bisa berhenti.”

“....”

howhaw
Nenek bergelayutan dan makhluks yang belum pernah terlihat
Tamma mungkin benar. Jumlah manusia di bumi ini udah mencapai tujuh milyar. Berharap dan menganggap Audina satu-satunya perempuan yang pantas dinanti merupakan bentuk pemikiran bodoh. Terlebih lagi, dia sudah berkali-kali mengecewakanku dengan sikapnya. Seperti minggu kemarin, dia meneleponku minta diantar ke toko buku karena teman yang biasa menemaninya sedang sibuk. Aku kegirangan, dong. Buru-buru mandi, pakai parfum dan langsung meluncur ke rumahnya.

“Bu, Audinanya ada?” tanyaku ketika pintu rumahnya dibuka setelah kupencet bel beberapa kali.

“Baru saja dia pergi ke toko buku sama pacarnya.”

“.....”

Aku ngerasa dipermainkan. Dibohongi. Rasa benciku seketika memuncak. Kok, tega-teganya dia minta dijemput tapi perginya malah dengan orang lain. Aku langsung tancap gas ke rumah. Mengambil keset buatannya di atas ranjang, lalu membantingnya ke lantai. Bodoh memang.  Tapi kalo dibakar, kan sayang. Itu benda satu-satunya milik Audina yang aku punya.

“Kamu tahu, nggak? Kalo nenek sedang bergelayutan di pohon kelihatan apanya?” tanya Tamma ketika masuk ke kamar dengan wajah nyengirnya.

“Teka-teki basi. Ya, kelihatan bohongnya lah,” jawabku kesal.

“Memangnya bohong bisa kelihatan?”

“Kamu nyindir aku, ya?”

“Hah...?”

howhaw
Gurita ngajak bercanda, gitar dan bulan yang berharap
Setelah mengerjakan PR, aku dan Tamma kembali melakukan ritual saling curhat. Dalam hal mengejar gebetan, Tamma selalu bergerak cepat. Dia paling anti dengan memendam cinta atau mengagumi diam-diam. Katanya, sikap bergerak cepat itu diperolah setelah mengenal dan melihat nasibku.

“Bernasib seperti keset yang selalu welcome padahal terus diinjak itu mengenaskan. Rela diinjak, tapi nggak mau bilang kalo cinta. Dipendem. Mestinya, kalo suka ya bilang aja. Kamu kan tahu kalo di dunia ini ada proses perubahan wujud zat. Gebetan itu seperti kapur barus. Jika kamu cuma mendiamkan, dia akan menyublim. Menghilang. Dan hanya menyisakan kenangan harum,” ucapnya.

“Daripada terus diinjak begitu, mending kamu lupain aja!” lanjut Tamma sambil mengambil gitar yang dibawa dari rumahnya. Dia mengatur senarnya, memetik beberapa kali dan berkata dengan serius, “Kadang Tuhan itu suka bercanda. Ada lelaki yang baik dan setianya kebangetan, tapi ditautkan hatinya pada perempuan yang  meliriknya saja, tidak.”

Tamma memainkan gitarnya dan mulai bernyanyi.




“Tuhan sedang bercanda~ ho o o o~ ho o o~” senandung Tamma dengan memiringkan kepala dan menaikturunkan alisnya, pertanda sedang menyindir.

“Apa lu ho ho ho!” gertakku.

Setelah mendengar lagu Tamma, aku tersadar, sepertinya aku terlalu menganggap serius perasaan. Terlalu meninggikan ego bahwa Audina adalah satu-satunya orang yang bisa dijadikan tempat berlabuh. Aku harus belajar melepas dan mematuhi logika agar rasa ini tidak terus bersemi. Aku dan Audina mungkin tak bisa menjadi ‘kita’. Tuhan pasti sedang bercanda saat mempertemukan kembali aku dan Audina. Karena dalam pengejaran cintanya, selalu terdapat hambatan.

*****




Ketika aku mengakhiri cerita, dia antusias untuk bertanya.

“Jadi, sejak dulu kamu udah naksir sama aku?” tanya Audina. Aku mengangguk malu.

“Terus, itu keset beneran sampai kamu cium-cium segala? Hahaha. Padahal itu keset bukan aku yang buat, aku nggak sejago itu. Sehari sebelum pengumpulan tugas Kesenian, aku baru sadar kalo belum buat. Kemudian aku pergi ke pasar dan membeli keset itu. Karena itu barang kerajinan tangan yang mudah dibuat, jadi pasti nggak bakal ketahuan,” terangnya. Aku terperanjat.

“Yang jualnya itu bapak-bapak, keringetan lagi. Pasti keringetnya juga keserap ama keset yang aku beli. Yang artinya, kamu udah nyiumin mesra keringetnya bapak-bapak. Hahaha,” lanjutnya sambil tertawa lebar. Sangat lebar. Aku menekuk wajah. Malu.

“Lalu, kenapa kamu ngungkapin cinta melalui telepon kemarin? Padahal udah berkomitmen untuk melepaskan gitu,” selidik Audina.

“Kan dalam mengatasi hambatan, rangkaian listriknya yang mesti diubah, bukan lampunya. Aku hanya mengubah rangkaian kisah cintaku agar hambatannya bekurang. Lampunya tetap kamu. Karena bagiku, sejak awal kamulah lampu paling terang,” ucapku. Pipi Audina memerah. Merona.

“Lalu, kenapa kamu nerima begitu aja saat aku nyatain cinta? Padahal saat masih sekolah sikapmu begitu,” tanyaku.

“Entahlah. Aku suka membayangkan wajah kecewamu. Lucu aja. Sampai-sampai aku nyuruh mama buat bilang udah pergi ke toko buku sama pacar, padahal aku ada di lantai atas. Di dalam kamar. Saat kamu menggenggam tanganku dulu, jantungku berdegup kencang, tapi aku sengaja bilang nggak terjadi apa-apa. Dan kamu memasang wajah kecewa lucumu itu. Sejak itu, aku mulai berpikir bagaimana caranya bikin kamu memasang wajah kecewa,” jawab Audina. Perlahan wajah Newton—yang bersedekap sambil menganggukkan kepala pertanda ia benar—hadir di kepalaku.

“Memang hal tersebut akan membuatmu menjauhiku, tapi entah kenapa aku bisa sangat yakin, kamu pasti akan tetap mengharapkanku. Dan aku semakin yakin ketika melihatmu masih saja menerima kehadiranku padahal sudah berkali-kali aku bikin kecewa. Karena itu, saat kamu bilang cinta, aku nggak perlu alasan lain lagi,” lanjutnya.

“Sama sepertiku. Karena rasa yakinlah yang membuatku tetap menjadi seperti keset kusut. Tetap merasa welcome untuk membersihkan dan mengeringkan jejak penatmu,” ucapku pelan.

Audina tersenyum. Matanya berbinar sambil berkata, “Makanya aku selalu mencoba mengotori atau membasahi jejakku, agar aku selalu punya alasan untuk mendatangi keset kusutku.” 

howhaw


NB:
Ini fiksi untuk GA-nya Arieje yang sedang merayakan bukunya yang bakal terbit. Selamat, Jan \o/. Konsep awalnya mau saya bikin analisis dan filosofis gitu, eh, udah ada yang duluan buat. Lalu mau dikasih balon-balon bicara kayak komik, menyita waktu, kompi juga sedang error. Ujung-ujungnya dijadiin fiksi. Kebetulan juga udah lama nggak #memfiksikan. Maaf kalo ceritanya kepanjangan. Lagu soundcloud by Tamma_Official - Tuhan Sedang Bercanda.


Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Keset Kusut: Baper-Baper Dahulu, Susah Move On Kemudian Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

73 komentar:

  1. TULISAN INI HAWHAW BANGETTT!!! Eh, howhaw maksudku.
    Speechless pokoknya~

    Bikin fiksi buat GA aja sekeren ini, gimana kalau kamu yang bikin buku, bang. Udah, buruan buat buku aja gih sana.

    Anyway, semoga GA nya berhasil yaaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. hawhaw hawhaw... tapi emang dai kata itu sih aku asal domain ini. nggak banyak yang tahu artinya juga. =)D

      amin, makasih. kalo lagi rajin-rajinnya, aku kadang bikin naskah kok. cuma kalo udah sibuk ama hal lain (gak ada yg ngingetin dan ngebimbing), langsung hilang cerita. :(

      Hapus
    2. Tuh kan, udah kuduga. Hawhaw hawhaw... ._.
      Keyboard kamu yang huruf "R" masih rusak, bang? Itu "R" nya gak diketik lagi~

      Gak ada yang ngingetin? Jangan nyari alasan deh. Yang begitu kan alasannya para tuna asmara. Kenapa diikutin :/

      Kalo gak ada yang ngebimbing itu sih iya. Artikel yang waktu itu aku mau garap juga gak selesai-selesai nih bang. Yang tentang iman itu. Gak ada yang ngebimbing soalnya :/

      Hapus
    3. :( Masih....
      e tapi mungkin karena pengaruh autocorrect ramadan version juga kali, mau ngetik "dari" dibenarkan jadi "dai"

      itu kode. @@,

      apa kalimatmu ini juga kode?

      Hapus
    4. Yakali.

      Oh, itu kode.

      Apakah kalimatku terlihat seperti kode?

      Hapus
    5. Apa itu pertanyaan mengandung kode?

      Hapus
    6. Apakah pertanyaannya terlihat seperti mengandung kode?

      Hapus
    7. Apakah pertanyaan tentang kode dalam pertanyaan ini ada kodenya?

      Hapus
  2. duh,ini ceritanya~
    iya, saya setuju sama dara, mending bikin buku gih, haw, jangan bikin baper :"

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ceritanya kenapa? @@,
      yang suka bikin baper kan elu, Errrrr.....

      Hapus
    2. Eh iya, ini tukang bikin baper gegara senja kok malah bilang orang lain bikin baper :/

      Hapus
    3. eh, ampun geng. :(

      Hapus
  3. ya ampun, ini yg punya blog kenapa keren gini, coba? jadiin buku aja deh ini cerita. :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. Komentar yang selalu saya harapkan ini. Pemilik blognya yang keren. :D
      Bimbingin, dong Om~

      Hapus
  4. keren, saya nggak bisa berhenti bacanya sampai kata terakhir, endingnya keren sekali. Intinya rumus Fisika tidak salah, kebetulan saya suka Fisika, sama pelajaran Matematika saya juga suka :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa wa... terima kasih.
      semua pelajaran memang semestinya disukai, kok, karena memberikan pengetahuan baru.

      Hapus
  5. Gakuat bacanya senyum senyum sendiri aja :')
    Tapi aku penasaran emang bikin keset segampang apa sih perasaan belom pernah liat ada yg bikin haha x))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Perlu dituntun biar kuat baca sampe selesai? @@,

      Di sekolah belom pernah dapet tugasnya, ya? itu berdasarkan pengalaman aku sih. coba searching di gugel dengan keyword "membuat keset dari kain bekas/ perca/ handuk/ atau kaos, aja~ gampang, kok bikinnya.

      Hapus
  6. Mantep, Haw!!!

    Nggak sia-sia gue baca sampe habis. :D

    Gue jadi minder buat ikutan. Hehehe. Btw, tunggu cerita gue siang atau sore nanti. :p

    Kalo lu yang menang nanti, selamat!
    Hehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Syukur, deh kalo ada manfaatnya~ :D

      Minder apaan, bikin-bikin aja, yang menilai kan ada jurinya sendiri. kita ngeramein 'acara'nya temen.

      Hapus
  7. Bikin tulisan sepanjang ini kok kayaknya mudah banget ya haaaa. Kalo aku malah bingsung dimulai dari mana, :-D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha.... nggak tahu juga, Bang. Aku sendiri bikinnya dua hari, kok. :| lama.
      Ini kan kayak nerjemahin gambar tapi dengan pemahaman sendiri, bebas-bebasin aja~

      Hapus
  8. Nge-scroll buat nyampe di kolom ini buat komen aja aku gemeteran, Haw. Efek habis baca ceritanya. Aku kayak ikut ngerasain deg-deg-an yang kayak Audina rasain pas tangannya dipegang sama si gila Fisika.

    Sialanlah si yang gila Fisika, apa-apa semuanya dikaitin sama Fisika, sampe ngegombalin dan ngungkapin perasaan juga pake teori Fisika. Si Audina juga, ternyata kampret suka sama wajah kecewanya si gila Fisika. Si Tamma, aku ngebayanginnya dia itu kayak John Mayer. Endingnya gak disangka-sangka, kirain bakal berakhir dengan adegan ngebakar keset, Ternyata huaaaaaaa!!!! Moga menangin hti yang ngadain GA-nya ya! :))

    Tuhan sedang bercanda. Lucu ya. Apa Tuhan juga lagi becandain aku sama asshole dengan jarak dan susah sinyal? Eh, kok malah curhat. Maaf.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eh, beneran sampe gemetaran? saking panjangnya kali, ya~ telunjuknya capek nyecroll @@,

      amin, Cha. aku sebenarnya nggak tahu mau diendingin kek begimana, cuma pas ngeliat cover belakangnya ada gambar cewek senyum, kayaknya enak kalo diakhir dengan kebahagiaan. masa mau ngenes kayak yang nulisnya.

      Haha.. iya kayaknya, Cha. ketawain aja.

      Hapus
    2. Hahahaha. Kayak pake vibrator. EEH enggak, maksudnya bukan gemeteran karena kepanjangan, tapi karena postingannya keren. *puji puji buat nambah pahala*

      Baguslah ending kayak begitu, Haw. Gak terduga. Yang baca ikutan senyum.
      Ya Allah ngenes..... Gapapa lah, daripada ngeres.

      *nangis di pojokan*

      Hapus
    3. Jangan bajingan gitu apa, Cha. Udah mau puasa, segeralah tobat. :))

      Hapus
    4. emang pake vibrator rasanya kek gimana? @@,

      bagus deh kalo ada yang suka ending begitu~ ^_^


      #YogaDaiMuda

      Hapus
  9. Ciyee, yang akhirnya jadian juga.. kalo anak fisika mau nembak aja repot ya mesti nyari persamaan dulu ya. \

    Kisahnya bagus ya, kadang jadi keras kepala itu bagus. Kayak si itu yang tetep kekeuh ngejar si audina walau sudah ditipu. Akhir-akhirnya bisa mendapatkan audina.

    Pas baca yang bagian cium-cium kesetnya itu aku geli sendiri. Maniak banget eh taunya malah nyium keringet bapak penjual kesetnya. Euwh. Semoga menang ya bang GA nya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha... di ceritanya, doang. Aslinya mah sama aja kek yang lain.

      "Iya, karena tulus dan bodoh itu beda tipis" - Yoga.

      Amin. Terima kasih.

      Hapus
  10. aaahhhh~ (teriak manja). Setuju sama yang komen di atas. Mending lu bikin buku juga, Bang.

    Untung Audinaya cantik, mungkin gue juga rela dah. Rela jadi keset untuk Audina

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada kok, buku tabungan. ._.

      Iya. Untungnya cantik.... :p

      Hapus
  11. KEREEN HOW.. 2 JEMPOL BUAT KAMUU
    Tulisannya tetep ada ciri khas Howhaw nya. Ngerasa puas pas baca sampe abis. :D

    kapan yak bisa nulis sebagus ituu
    huhuu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jempolnya kakak? :lv

      ciri khas itu maksudnya ciri khusus gitu, ya? eh, tapi kalo ciri khusus, mestinya bukan ciri khas, tapi ciri khus. (._.)

      Nulis nulis aja~ yang nentuin bagus nggaknya biar orang lain.

      Hapus
    2. :-d hehee

      Jiaaah sampe di bahas,
      e tapi bener juga sih, harusnya ciri khus. Mungkin karena huruf '' U '' lebih mudah di baca dengan vokal ''a''. Jadi penulisannya diganti jadi ciri khas.
      Hahaaa ngawur..

      iya How.. kali aja ada orang yg khilaf trus nilai tulisan saya bagus :D

      Hapus
    3. Ih, jempol kiri, mesti abis dipake cebok.

      Gaperlu khilap juga kok, Bang~ asal ada gambar kakak :lv nyelip, bagiku itu udah sangat bagus.

      Hapus
    4. hahaa. malah gak gak pernah sama sekali.. :D
      gak pernah cebok. -__-'

      uhukk
      ujung2nya kakak aku lagi
      Noh si erdi kayaknya bakal jadi saingan kamu How..

      Hapus
    5. Masa Erdi Tega?

      https://pbs.twimg.com/media/CGwRD-oUAAAu_kx.jpg

      Hapus
    6. Yaawloh, kucingnya lucu bangeetttt

      kayak....



      Aku waktu kecil

      Hapus
    7. Sepemikiran dengan Chisanak, apa kamu sebenarnya adalah siluman, Ul? @@,

      Hapus
  12. super sekali bang haw fiksinya, bikin buku lah bang :D hehe
    btw keren juga lagunya tamma.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kompakan sarannya, ih~ :D
      Download aja, benta lagi single keduanya bakal keluar, loh~

      Hapus
  13. colek bang haw *bukan colek genit
    panjang bnget,tpi aku menikmati,dalam hatiku kapan ya bisa bikin tulisan sepanjang ini atau dari artikel bang haw sblumnya yg sering ku baca,salut.
    dicerita jadian,ehm kenyataan gimana nih *kabor

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dikiranya sabun colet kali, ah~

      Tulis-tulis aja, bang~ tujuan utamanya kan memberikan informasi dan hiburan ama yang baca.
      Nggak, ini fiksi... ada sih dikit-dikit yang diambil dari pengalaman pribadi. ._.

      Hapus
  14. Kalau saya sih mas pacarannya ketika mau nikah, jadi bisa dikatakan taaruf deh :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. wa~ |o|
      orang bilang mesti pacaan lama biar saling kenal dan makin percaya, sehingga yang pacaran lama dianggap orang yang kepercayaannya tinggi. Padahal, yang langsung menikah tingkat kepercayaannya lebih tinggi. Bayangkan, baru kenal sebenta, tapi sudah berani membagi hidup.

      *ini aku ngomong opo, seh*

      Hapus
  15. asyik ya kalau bukunya bakal diterbitin :")
    semoga karir dia lancar. keren reviewnya...
    review yang di fiksikan. hebat!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Elu yang sabar aja nunggu, Jev/ Sapa tahu entar naskahmu dibukukan juga. :-d
      Ini bukan review sih. Menceritakan gambar cover dengan versi sendiri aja.

      Hapus
  16. Hahaha lo emang paling bisa bikin beginian. Keran, Haw!
    Sukses GA-nya!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Gung.
      Mestinya lu ikutan juga.

      Hapus
  17. Bahkan fiksi aja masih didominasi sama ilmu Fisika . . duhh emang master lah . . Kenapa gak jadi guru les BI sama Fisika aja bang . .??
    Emmm . . kalo jago fisika, bisa dipake buat modus yaa . .?? Megang2 tangan cewek dengan alasan hukum newton . . hahahaa . .

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku bukan master :D Lagian, tak semua orang bisa jadi guru. Berat.
      iya, bisa, makanya aku semangat belajar Fisika. Kalo pinteran dikit, mending masuk kedokteran aja~ Yang disentuh bisa banyak banget ._.

      Hapus
    2. Wa wa wa wa *Haw style*

      Hapus
    3. hahaha...ka Dwi... :ng

      Hapus
  18. Fak. bagus banget ini. hahaha.
    bisa aja gitu ya fisika dikaitkan dengan cinta. keren lah. alurnya mantep, twistnya mantep. semoga lo menang , Haw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Man. Udah pengumuman, dan ternyata menang. :-bd

      Hapus
  19. Bang dari mana aja dapat ide kaya gini ?
    keren banget nerjemahinnya . ak suka yang nerjemahinnya secara per bagian gitu jadi mudah paham

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dari cover bukunya, dong~
      Terus sesuaikan dengan gaya blog sendiri...

      Hapus
  20. Seperti biasanya, ceritanya warbiyasak.
    Eh Haw, bikin buku aja. Serius, tulisanmu bagus.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Nggo. Tak cobain deh.

      Hapus
  21. Mantap juga tulisannya, kelihatan asli banget loh!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih. Emang kalo aslinya sedang-sedang, kayak gimana?

      Hapus
  22. Selamat ternyata jadi pemenang GAnya... *sudah kuduga*

    Suka banget sama quotes yang layang-layang itu ^^
    And still wonder, sudah berapa cewek yang dimodusin dengan hukum newton itu xD

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kagak pernah... Baru teorinya doang iki, belom dipraktikin... :D

      Hapus
  23. Nama saya Howhaw, saya jomblo karena pilihan. Tidak ada satu cewekpun yang memilih saya.
    Okesip.

    Bagus banget tulisannya, Haw. Jarang banget ada kisah remaja yang pake, "aku" ya ngomong-ngomong? Biasanya pakai "gue". Atau cuma aku yang kurang membaca? Pft.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahahah.... :-d

      pake gue di kolom komentar, doang~ kalo di artkel pake 'saya', kalo fiksi pake 'aku'.

      Hapus
    2. Kalau mau lebih gaul lagi, sebaiknya pakai "gw" :p

      Hapus
    3. Di Twitter malah pake "w" doang~

      Hapus
  24. rame ceritanya. panjang tapi enak di baca. pintrr nulis how haw.

    BalasHapus
  25. Keren Kak ceritanya. Gsk ketebak... haha

    BalasHapus
  26. awalnya aku kira ini beneran. ceritanya bagus kok.. keren. (y)

    BalasHapus
  27. BANG HAW CEPET BIKIN BUKU. NANTI AKU BELI ATAU MAIN KE RUMAH KAMUUUUUU

    BalasHapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~