Penghapus Yang Ingin Terbang

Assalamu’alaikum...

Masa sekolah memang didengung-dengungkan sebagai masa yang paling indah. Selain karena belum mengenal kerumitan dunia, di masa tersebut kita juga mengalami berbagai perihal. Pertemanan, bolos, juara, cinta, hukuman, bertanggung jawab dan hal-hal lainnya.

Waktu esema, saya dan teman-teman sekelas sangat menyukai permainan sepak. Mulai dari menyepak bola, batu kecil, botol sampai menyepak penghapus papan tulis. Dan permainannya dilakukan di kelas, di jam istirahat dengan menepikan meja kursi.

Mengingat tentang menyepak penghapus papan tulis, saya jadi teringat tentang bagaimana kami bisa memiliki banyak penghapus papan tulis di kelas. Selain fungsinya yang memang untuk menghapus, benda tersebut juga merupakan pengganti bola yang menyenangkan untuk disepak.

*****

Waktu itu, guru Kesenian memberikan tugas untuk membuat kerajinan tangan yang bisa dimanfaatkan atau untuk memperindah kelas. Waktu pengerjaannya satu minggu. Berbagai ide mulai bermunculan di benak. Teman-teman yang lain juga tak kalah semangatnya memproklamirkan kerajinan ‘keren’ apa yang akan mereka buat.

Namun, semangat tetaplah jadi semangat. Menjelang satu hari pengumpulan, tak satu pun dari kami yang sudah menyelesaikan. Karena besoknya harus dikumpulkan, dan ide keren yang hendak diwujudkan memerlukan waktu lebih dari itu, kompaklah seisi ruangan untuk membuat penghapus papan tulis.

Selain memang karena penghapus papan tulis kelas kami mulai rusak, membuat penghapus papan tulis tidaklah sulit. Berbekal sepotong kain, kapas, jarum dan benang, maka sebuah penghapus papan tulis sudah bisa dihasilkan. Ya, hasilnya seperti bantal yang kecil.

hawadis howhaw
*Seperti gambar ini bentuk penghapusnya*


Iya iya, kelas kami memang masih menggunakan papan tulis hitam, papan tulis kapur. Belum beralih ke papan tulis spidol.

Sepulang sekolah, saya tidak langsung membuat tugas kerajinan tangan tersebut dikarenakan beberapa urusan. Makan, mandi, main ke rumah teman hingga sore. “Ah, cuma membuat penghapus. Sebentar. Entar malem juga bisa selesai.

Malamnya, saat semangat sudah berkumpul karena terpaksa, saya mulai menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Apesnya, kapas yang menjadi bahan pengisi malah tidak ada. Mau diganti kapas luka, juga gak ada. Mau diganti kapas bantal, sayang banget kalo ngerusak bantal. Diisi potongan kain bekas pengganti kapas? Kainnya masih kurang.

Malam hari sambil membeli makanan di pasar, saya mencoba melihat-lihat apa yang bisa dipakai sebagai pengganti kapas.

“Kalo diisi beras, takutnya dipake buat ngelempar oleh guru pas lagi ketiduran di kelas. Sakit. Kalo diisi tepung, entar diambil bibi kantin, dipake buat adonan gorengannya.”

Karena waktu yang semakin malam, pulang ke rumah menjadi pilihan meski belum mendapatkan apa yang diinginkan. Sesampainya di rumah, entah karena Tuhan kasihan atau karena otak memiliki kelainan, di dekat lemari terlihat benda yang bisa dipakai untuk mengisi penghapus papan tulis. Saya ambil diam-diam biar gak ketahuan pemiliknya, bawa ke kamar, masukkan dalam penghapus papan tulis lalu melakukan penjahitan bagian akhir.

“Eh Haw, punya kamu udah selesai?”

“Udah dong.”

“Eh, lihat punya Anto noh! Badan besar, sangar, tapi penghapusnya berbentuk hati. Hahaha...”

Selain membuat penghapus papan tulis, ada juga yang membuat bingkai untuk foto kelas dan keset. Iya keset, cantik lagi. Yang pasti nggak mungkin diletakkan di depan kelas kami. Pasti diambil sang guru untuk diletakkan di depan pintu rumahnya.

Waktu melihat-lihat keset tersebut, saya sempat mau menanyakan apa beneran dia yang membuat, karena terlihat seperti yang dijual di pasar. Tapi nggak jadi, karena ustad berpesan, “Kalo kamu melihat kebenaran bahwa teman kamu berbohong, sebaiknya biarkan saja dulu. Jangan menyalahkan. Karena hanya akan membuat kalian bermusuhan. Suatu hari, di waktu yang tepat, dia akan menceritakannya sendiri.”

Dan benar saja, saat sudah kelas dua belas, dua tahun selah pengumpulan tugas tersebut, dia menerangkan semuanya bahwa dia memang membeli di pasar. Pakai acara tertawa riang lagi.

Tugas kerajinan tangan dikumpulkan dengan memberikan nama secara terang dan jelas pada benda yang dibuat. Saya buat nama “Hawadis, kelas Xa” cukup besar di bagian tengah penghapus. Dan jadilah, kelas kami memiliki 16 penghapus papan tulis yang bisa dipakai untuk bermain bola. Sebagian juga dibagikan ke kelas lain yang membutuhkan. Kelas kami memang dermawan.

*****
Dua tahun setelahnya, saya sudah menjadi angkatan senior di sekolah. Sudah menjadi penguasa dan memiliki akses mudah mendekati adik kelas yang menjadi gebetan.

Saat itu, jam istirahat kedua, matahari bersinar cerah, siswa di kantin tidak begitu ramai, hanya ada satu geng yang duduk-duduk sambil tertawa beberapa kali. Saya dan satu orang teman sekelas mengunjungi kantin tersebut, selain karena memang jam istirahat pertama sebelumnya belum ke kantin, saat itu juga ada adik kelas yang selalu menarik perhatian sejak masa orientasi siswa baru.

Meski berbeda angkatan, kami semua akrab, karena sebagian dari anggota geng tersebut adalah tetangga di rumah dan adik kelas waktu esempe.

“Kak Haw, eng ee e e...,” ucapan dia terhenti karena menahan senyum. Dia, yang menarik hati sejak masa orientasi.

“Iya, kenapa?”

“Dulu waktu kelas X, pernah bikin penghapus papan tulis buat tugas kesenian ya?”

“Iya. Di pake di kelas kamu ya?”

“Iya. Kemarin, pas pelajaran agama, waktu bu guru mau menghapus papan tulis, penghapusnya rusak karena sebelumnya dijadiin bola sepak ama teman sekelas.”

“....”

“Trus... bu gurunya diem ngeliat isinya...,”

“.....”

“...lalu diletakkan di lemari kelas dan ditukar ama yang baru. Padahal masih bisa dipake kalo cuma buat ngehapus papan.”

“....”

“Pas jam pelajaran abis, kami liatin isi penghapusnya...emm..emmm...” dia menahan senyum lagi. Saya mulai menahan malu.

“Penghapusnya.... Kak Haw isi pake pembalut ya?”


*****




Sumber Gambar:
https://www.4shared.com/all-images/m9q499DE/_online.html


Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Penghapus Yang Ingin Terbang Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

4 komentar:

  1. Hahahaha :v anjriiit endingnya klimaks, tulisannya juga rapi

    BalasHapus
    Balasan
    1. dibantuin mesin kak, makanya rapi *plak*. semoga terhibur.

      Hapus
  2. XD
    pas dialog “Trus... bu gurunya diem ngeliat isinya...,” gue udah duga isinya apa XD
    prinsip tak ada rotan akar pun jadi, benar-benar diaplikasikan dgn sangat baik. Kreatip!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha... selamat anda berbakat jadi pengrajin isi penghapus. padahal kata "kapas" udah diletakin jauh -jauh. |o|

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~