Surat Howhaw #2: Begitulah Takdir Menggarisinya

Ketapang, 1 Mei 2014

Wa’alaikum salam Hawa...
Menerima surat darimu, aku sungguh merasa bahagia. Seperti seorang hamba yang berjumpa dengan Tuhannya. Siapa sangka akhirnya kamu menghubungiku juga. Ah iya, suratmu itu semua kalimatnya berakhiran ‘A’. Apa karena kau selalu ingat akhir dari Cinta? Atau akhir kisah kita?

Aku sudah merasa bosan tau, beberapa kali kuselipkan bayangan diri di sekitarmu, tapi masih saja kamu tak menanggapinya. Tentang anakku itu, akulah yang menyuruhnya untuk mendatangimu, walau pengakuannya sebagai peminta dana, sebenarnya dia salah satu bayangan yang kukirim agar kau sadar dan mau menengok desa.

Sebelumnya aku minta maaf karena telah membuatmu terjerumus dalam lingkungan mafia. Ya, walau kamu mungkin akan menyangkal, tapi dasarnya, akulah yang membuat kecewa. Siapa yang tidak merana melihat orang yang dicintainya diluka, apalagi diperkosa. Tapi itu dulu, saat aku belum tau semuanya. Kini aku tak pernah membenci kejadian yang memisahkan kita. Aku sudah tau semuanya.

Ah iya, maaf juga tentang Alfianda, aku menikah dengannya karena dorongan dan paksaan ayah yang memang mau menjauhkan aku darimu, Hawa. Mungkin dia tidak tega melihat putrinya dipersunting anak mafia. Tapi yang perlu kamu tau, aku hanya berupaya menjadi anak yang tidak durhaka. Karena jika aku tidak menuruti ayahku, aku khawatir akan menjadi batu sebagaimana cerita di kelas kita. Kau kan tau ayahku bukan mafia. Jadi kutukan itu bisa saja menjadi kuasa.

Aku yakin kamu tau, kalau selama ini di hatiku hanya ada kamu saja. Walau tubuh sudah ada yang punya, tapi cinta ini tetap tertata untukmu Hawa. Ah, aku tidak seharusnya berkata begitu, aku kan sudah punya anak dua. Hahaha. Tapi mau bagaimana lagi aku kan orangnya memang setia. Setia pada orangtua dan juga setia pada cinta.

Ngomong-ngomong, anakku yang datang padamu itu sangat mengagumi kamu lho Hawa. Dia begitu terpesona saat aku ceritakan semua kisah tentang kamu saat sekolah, SD sampai SMA. Sempat dia bertanya, kenapa tidak kamu saja yang jadi ayahnya. Saat itu aku hanya bisa mengulum tawa dengan tatapan heran di mata. Aku juga bingung bagaimana menjelaskannya.

Sampai lupa, bagaimana kabarmu sekarang Hawa? Masih kurus dan sok baik-baik saja seperti biasanya? Hahaha. Semoga memang baik ya, doaku selalu terhatur buatmu tiap malamnya.

Ah iya, sekaligus membalas suratmu, aku mau mengungkapkan semuanya. Tentang kejadian itu, yang merusak segalanya. Malam itu ibuku tidak diperkosa. Ya karena beliau yang meminta. Kamu tau kan kalau ayahmu dan ibuku dulunya berpacaran semasa SMA? Itulah yang melatarbelakanginya. Mereka masih sama-sama suka. Ibuku menikah dengan ayah juga karena terpaksa. Aku sedih saat kamu mengatakan kalau ayahmu sudah tiada dan kamu yang membunuhnya. Tapi mau bagaimana lagi, ibuku bercerita kalau ayahmu ikhlas jika harus meninggal dunia. Tak peduli di tangan siapa.

Ibuku bercerita, semasa SMA mereka pasangan yang tiada tara. Semua siswa iri pada mereka. Cantik dan tampan, cerdas dan pintar, rupawan dan memesona. Seolah semua kesempurnaan milik mereka. Tapi karena suatu peristiwa mereka tidak bisa bersama. Ayahmu itu anak mafia yang pernah membunuh adik dari kakekku (saudara ayahnya ayahku). Ya, aku juga tidak tau takdir apa yang menggarisinya. Tapi itulah yang terjadi sebenarnya. Dan sepertinya garis takdir itu masih menggores hidup kita.

Kamu masih ingat perkataan yang selalu kamu ucapkan kala kita bersua? “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya,” aku pun merasa akan melakukan tindakan yang serupa. Mengundang cinta untuk berjumpa walau menimbulkan bencana. Karena memang begitu takdir menggarisinya. Jadi, kapan rencananya kamu akan ke rumahku Hawa? Mengulangi perbuatan orangtua kita. Yang kata ibuku demi cinta.

Dariku insan setia








Yang sesekali kamu panggil ‘Cinta’

Previous Post
Next Post

Oleh:

Terima kasih telah membaca artikel yang berjudul Surat Howhaw #2: Begitulah Takdir Menggarisinya Apabila ada pertanyaan atau keperluan kerja sama, hubungi saya melalui kontak di menu bar, atau melalui surel: how.hawadis@gmail.com

8 komentar:

  1. balesannya bikin ngenes banget sih.. kecewa!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha. ini dia, pembaca surat yg sudah menjelma jadi 'Hawa'.
      itu yg sedang dirasakan Hawa lho.
      (berarti pembangkitan kesan ngenes dan sebel sukses)

      *tapi cerita suratnya belum selesai*

      Hapus
  2. jadi kapan hawadis mau datang ke rumah ibu silvi, jam berapa? aku ikut ya! :p

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayoklah Dis... biar ga disangka jomblo...

      Hapus
  3. Keren kebangetan.. gue belum bisa bikin yang beginian :D
    difollback donk beroh blog gue..

    BalasHapus
    Balasan
    1. ya tinggal bikin aja kan.... pasti bisa kok.

      Hapus
  4. Wow, ternyata emang udah konflik dari sononyaa
    Kayaknya emang gak ada yg sempurna ya, pasangan yg keliatan serasi tp dilatar belakangi konflik keluarga yg rusak parah
    Ditunggu lanjutannyaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. dibalik senyum, siapa yang tau ada tangis yang selalu membayanginya...
      yang sabar ya nunggunya..hehehe...

      Hapus

--Berkomentarlah dengan baik, sopan, nyambung dan pengertian. Kan, lumayan bisa diajak jadian~